Yahwisme (Vriezen)


Dalam menjelaskan Yahwisme, Vriezen menghubungkannya dengan agama Israel kuno sebagai suatu pengantar. Dalam memahami intisari kepercayaan Israel kuno yang dikatakan begitu saja sebagai suatu bentuk yang tunggal, Ia mengutip pendapat S.H.Hooke yang membedakan antara tiga bentuk agama Israel kuno atau bahkan tiga bentuk agama yang berlaku serentak, yaitu:
a.       Agama para bapa leluhur
b.   Agama suku-suku ibrani kuno yang menetap di Kanaan dan yang menganut agama yang merupakan campuran antara agama para bapa leluhur dan kaum Kanani;
c.       Agama kaum Israel yang mengalami keluaran dari Mesir dan pengembaraan di padang belantara
Ciri khas dari bentuk agama yang ke 3 yang paling menonjol adalah munculnya Yahweh sebagai Allah Israel, jadi agama yang ke 3 ini merupakan bentuk kesatuan atau gabungan dari bentuk agama yang pertama maupun kedua. Kesatuan tersebut memiliki berbagai pola ekspresi. Bahkan, ada bentuk ekspresi yang mengandung unsur-unsur yang begitu asing sehingga terpaksa disebut sebagai sinkritisme.
Waktu terbentuknya Yahwisme
Menurut Vriezen, penyusunan tradisi yang pertama yaitu Yahwisme sekitar tahun 900SM. Sebagaian besar dari tradisi-tradisi yang disusun oleh Yahwis itu pasti sudah lengkap dalam bentuk lisan, jauh sebelum dinaskahkan (menulisakannya)
Yahwisme dan hubungannya dengan Agama Israel
Ciri khas agama Israel dapat diringkas dalam satu kata yaitu nama “Yahweh”. Kata  ini menjadi nada utama dalam penggambaran agama Israel sepanjang Alkitab dan lebih sering dipakai daripada kata benda atau kata kerja lainnya. Diduga nama Yahweh dipakai lebih dari 6800 kali ( bandingkan dengan Elohim yang hanya 2500 kali ). Dalam naskah zaman pra-pembuangan nama Yahweh adalah nama Allah yang sering dipakai, juga di Israel utara banyak nama perseorangan yang mengandung unsur “Yah” atau “Yahweh”.
Menurut Vriezen, memang agama Israel bukanlah suatu monoteisme, namun disamping itu juga menurutnya dapat dikatakan bahwa sejak semula , Yahweh sebagai Allah Israel tidak mempunyai saingan, “ Yahweh bukanlah kepala keluarga ilah-ilah (allah-allah): Dia adalah Allah yang satu-satunya. Itulah sebabnya Perjanjian lama dapat menggunakan berbagai nama untuk Allah: kadang-kadang Dia disebut El, Elohim, Eloah, namun selalu yang dimaksudkan ialah Yahweh.” Lanjutnya bahwa juga tidak disangkal adanya ilah-ilah (allah-allah) lain itu secara mutlak, tetapi sudah jelas bahwa ilah (allah) lain itu tidak dapat dibandingkan dengan Yahweh.
Dalam agama Israel terdapat suatu Intoleran  ketika “Allah yang cemburu” menjadi asing bagi agama-agama Asia Barat Daya kuno yang Politeisme yang merupakan aliran yang toleran, yang bersifat relatif dan sinkretis. Hal ini disebabkan karena Allah yang menyatakan diri didalam agama Israel tersebut , adalah Allah yang mutlak, absolut, yang tuntutan-Nya kepada mereka yang percaya padaNya. Sejak muculnya Yahwisme unsur intoleransi tersebut sangat Nampak. Pada prinsipnya agama lain ditolak oleh penganut-penganutnya, namun ada juga unsur-unsur tertentu yang dapat diambil alih dari agama saingan itu serta dimasukan kedalam Yahwisme.

Agama Israel pada awal zaman kerajaan
Pada zaman kerajaan, Yahwisme sudah betul-betul berakar di Israel. Di bawah kerajaan awal, perbedaan-perbadaan yang tajam antara suku-suku Israel tidak begitu menonjol lagi. Israel semakin tampak sebagai umat kesatuan yang telah mencapai eksistensinya sebagai bangsa. Semakin lama terjadi pergeseran dari pola hidup yang lama sebagai peternak menjadi petani. Kehidupan di perkotaan samakin berkembang.

Dalam menjelaskan Ciri-ciri Yahwisme, Vriezen membandingkan ciri khas Yahwisme tersebut dengan agama-agama lain yang berlaku di Asia barat daya kuno.

Ciri khas agama Israel
1.      Dalam hubungannya dengan unsur personalitas agama-agama di asia barat daya uno, pandangan Israel bahwa adanya hubungan perorangan dengan Allah yang Maha Tinggi dapat didekati secara langsung bukan hanya oleh raja-raja seperti Daud yang dapat berseru kepadanya, melainkan siapa saja yang berada dalam kepicikan (Mzm. 25:2, 35:23 dsb.) bahkan orang non-Israel pun dapat menyaksikan atau dapat mengalami kontak dengan Allah itu.
2.      Sikap allah terhadap kota-kota kudus; Pelanggaran yang paling ditekankan adalah pelanggaran dalam bidang etnis dan agamani.
Penghukuman dinubuatkan secara tegas oleh para nabi sebelum terjadi, berdasarkan prinsip-prinsip rohani.

Tuntutan Yahweh bagi umatNya
Ada unsur-unsur dalam kepercayaan Israel yang membayangkan adanya suatu pluralitas di dunia ilahi, di samping gambaran orotdoks tentang oknum Ilahi yang tunggal. Bandingkan istilah seperti “Allah segala allah, dan Tuhan segala tuhan” (Mzm. 136:2) atau “Hai penghuni sorgawi, kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan!”  (Mzm. 29:1), atau “Allah berdiri dalam sidang ilahi, di antar para allah Ia menghakimi” (Mzm. 82:1) dan masih banyak contoh yang lain. Ayat-ayat tersebut menunjukan suatu pluralitis dalam dunia ilah yang digambarkan Israel, dan gambaran puralitas itu tetap bertahan di kalangan yang setia kepada Yahweh. Namun, pluralitas itu dikuasai oleh Allah Israel yang Esa itu, Yahweh, sehingga menghasilkan pola yang lain daripada pola yang berlaku di daerah-daerah lain. Karena Yahweh adalah Allah yang satu-satunya, yang menuntut supaya seluruh Israel menyembah Dia dan hanya Dia saja. Ilah-Ilah lain tidak dapat dibandingkan dengan Dia. Tidak ada ilah lain yang bernama Yahweh sehingga tidak ada yang patut disebut selain Yahweh. Jadi Yahweh merupakan Allah segala allah, begitu tinggi diagungkan di atas ilah-ilah lain, sehingga tak mungkin dibayangkan adanya panteon yang dikepalai Yahweh; sidang (dewan musyawarah) Ilah pun tak ada, yaitu dalam arti seperti yang lazim di luar batas-batas Israel.

Sikap Yahwisme terhadap beberapa hal
Ritus keubutran sangat merupakan unsur agamani yang paling penting yang dihadapi baik oleh suku-suku Ibrani kuno maupunn oleh kelompok Yahwistis, keitka mereka memasuki kanaan. Dapat diduga bahaya Baalisme kanaani itu hampir tidak berbeda dengan Baalisme di Fenesia, di mana proses urbanisasi sudah agak lanjut, apalagi di Kanaan yang pola kehidupannya masih bersifat pertanian. Baalisme memang merupakan unsur kuat dalam kebudayaan Kanaan, terbukit dari nama-nama perorangan pada periode Amarna, dan nama-nama tempat di seluruh Palestina yang banyak mengandung kata “Baal” di dalamnya.
Saat suku-suku Israel mulai meninggalkan kebiasaan mereka yang lama mereka mulai dipengaruhi oleh konsep Baalisme, salah satu factor yang turut memperlancar proses ini adalah penggunaan kata ‘Baal’ yang memang berarti Tuhan atau tuan dapat dikenakan kepada allah yang mana saja. Jadi, nama itu di kalangan Yahwisme

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Liturgi (Tata Ibadah) Natal Sekolah

Alkitab Sebagai Dasar dari Konseling Pastoral - Part 1

Lonceng Natal - Puisi Natal Anak