Penggunaan Alkitab Dalam Konseling Pastoral
Pemanfaatan Alkitab sebagai dasar dari koseling
pastoral merupakan hal yang sah-sah saja karena Alkitab mempunyai berbagai cara
untuk menyapa kebutuhan religius kita, namun penggunaan tersebut harus
dilakukan dengan sangat hati-hati. Hal ini didasarkan pada kesadaran akan
terjadinya penyalahgunaan Alkitab dalam konseling pastoral. Untuk itu pengambilan
bentuk-bentuk Alkitabiah secara serius menghasilkan pendekatan yang jauh lebih
cermat daripada yang biasanya berlaku. Cara ini menghindari pengambilan nas
Alkitab secara sembarangan yang lepas dari konteksnya, yang sering terjadi bila
konselor mencoba memberi nasehat “alkitabiah”.[1]
Penggunaan Alkitab dalam konseling tidak akan
memaksakan prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman konselor biasanya
bekerja. Lebih baik Alkitab tidak akan menjadi dasar dari proses konseling
pastoral apabila menyebabkan metode dan sasaran dalam tahapan konseling
pastoral itu batal. Namun ditegaskan juga bahwa pembacaan Alkitab dalam
percakapan pastoral kadang-kadang dapat menolong mengukuhkan relasi yang
diinginkan dia antara konselor dan konseli, Alkitab mendudukan mereka dalam
level yang sama, sebagai dua manusia yang disapa oleh firman Tuhan, dan
karenanya memungkinkan mereka untuk saling percaya dan mengerti.
Ada berbagai macam penggunaan Alkitab dalam
konseling, seperti penggunaan untuk menghibur, mengajar, dan mediagnosis. Untuk
itu dengan sadar konselor harus memilih suatu bentuk literer yang sesuai dengan
tujuan konseling saat itu. Namun, harus diperhatikan secara cermat seperti
penggunaan amsal dan perumpamaan yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan
pengajaran. Tetapi apabila amsal biasanya untuk pengajaran, maka perumpamaan
masih mempunyai kemungkinan lain selain pengajaran. Karena itu, kita tidak
dapat mengandaikan bahwa setiap bentuk tertentu akan selalu melayani
kepentingan tertentu dari konseling pastoral.
Donnald Capps, dalam bukunya Penggunaan Alkitab dalam Konseling Pastoral, menawarkan pendasaran
Alkitab untuk berbagai kondisi dalam konseling pastoral.
1.
Penggunaan
kitab mazmur dalam konseling dukacita.
Dalam mazmur digambarkan secara khas suatu tema
yakni pengalaman akan transisi. Orang
berjalan dalam jurang bayang-bayang maut (Mzm 23), orang diangkat dari lubang
lumpur yang dalam (Mzm 40), orang seperti dinding yang miring atau pagar yang
goyah, yang hampir runtuh (Mzm 62), dan orang yang seperti rerumputan yang
segar di pagi hari, tetapi layu dan gugur di sore hari (Mzm 90). Gambaran
tersebut menurut kitab mazmur menjelaskan bahwa kita hidup dii antara waktu dan
mencari Allah dalam proses pergeseran dari satu titik yang terjamin ke titik
yang lain.
2.
Penggunaan
Amsal dalam konseling pranikah
Amsal bertemakan mengenai pencarian yang permanen
dan menetap. Karena itu, “Hikmat telah mendirikan rumahnya dan telah menegakan
ketujuh tiangnya” (Ams 9:1), “Orang-orang fasik dijatuhkan sehingga mereka
tidak ada lagi, tetapi rumah orang benar bediri tetap” (Amz 12:7), Bnd juga Ams
12:12, 25:28 dst. Dari gambaran tersebut, Amsal menunjukan perhatian pada
keinginan kita untuk membangun kehidupan di atas dasar yang kokoh dan
terpercaya, serta menjadikan dunia ini sebagai rumah kita.
3.
Penggunaan
perumpamaan dalam konseling pernikahan
Dalam perumpamaan mencerminkan suatu tema yaitu
ketidakpastian olepph peruabahan yang
radikal. Biji sesawi menjadi besar seperti belukar yang rindang (Mrk
4:30-32), orang kaya yang bodoh tiba-tiba meninggal dunia (Luk 12:16-20),
penemuan seseorang akan harta karun yang terpendam yang mengubah seluruh
kehidupannya (Mat 13:44), dan masih banyak lagi perumpamaan yang menggambarkan
perubahan yang radikal, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman Yesus akan
ketidakpastian hidup manusia, merupakan suatu keadaan yang “bediri teguh di
atas suatu keadaan yang benar-benar tidak
pasti.”
[1]
Capps, Donald. Penggunaan Alkitabiah
dalam Konseling Pastoral, Kanisius. Yogyakarta:2003. HLM 47
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih kepada sobat sekalian yang sudah masuk ke blog ini. Jangan lupa untuk komentar ya.