Alkitab Sebagai Dasar dari Konseling Pastoral - Part 1


Alkitab menjadi sumber dalam konseling  pastoral. Baik sebagai dasar dari proses konseling pastoral maupun penggunaannya dalam konseling pastoral.

Alkitab Sebagai Dasar dari Konseling Pastoral.
Alkitab sebagai salah satu sumber agamais yang sering dipakai dalam konseling pastoral dibandingkan dengan sumber-sumber yang lainnya. Di dalam konseling, kebenaran Alkitabiah diperjelas oleh penerapan dan pengujiannya di arena pergumulan dan pertumbuhan manusiawi. Gambaran-gambaran Alkitab yang menjadi dasar bagi para pendamping (gembala)  agar tetap dapat berada dalam dialog untuk menerangi dan mendorong pelayanan. Diaolog yang berkelanjutan ini terjadi antara pengertian pendeta tentang pemahaman warisan religius yang tahan uji dengan masalah kehidupan biasa yang menjadi pergumulan orang dalam semua konseling.[1]
Berbicara mengenai Alkitab sebagai dasar dari konseling pastoral berarti melihat Alkitab sebagai pendasaran dari presepsi seorang konselor dalam hal ini pastor maupun juga pendeta.
1.       I Petrus 2:9-10
Perikop ini menunjuk pada siapa pelaksana konseling pastoral yaitu:
Seluruh orang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus sebagai Gembala yang Agung, adalah orang percaya atau orang Kristen yakni sebagai orang-orang yang telah terhimpun dalam sebuah persekutuan karena terpilih dengan tugas memberitakan. Untuk itu, totalitas dari orang yang mengaku adalah berbicara dan lakukan dalam artian berfungsi  untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sudah dilakukan oleh Yesus Kristus. Dan orientasi dari orang percaya adalah melakukan tugas menolong.
2.       Mazmur 23:1-6
Dalam perikop ini Allah digambarkan sebagai seorang gembala yang sempurna. Allah di yakini sebagai gembala yang selalu berelasi dengan manusia baik dalam situasi tenang maupun tegang. Pemazmur menuliskan kesadaran serta pengakuannya bahwa dalam situasi hidup yang tenang, relasi dengan Allah itu jauh. Sedangkan, dalam situasi hidup yang tegang manusia dijelaskan sebagai pihak yang selalu akan menciptakan relasi kedekatan dengan Allah. Keyakinan pemazmur yang demikian dapat menjadi inspirasi meyakini campur tangan Allah dalam setiap pekerjaan pendampingan yang berlangsung. Sehingga dalam perikiop ini tergambar mengapa diadakannya konseling pastoral
3.       I Petrus 5:2&3
Kesaksian di atas menunjukan dengan tegas bahwa aktivitas yang dilakukan oleh pendamping merupakan bentuk pemberitaan dan kesaksian gereja yang berlangsung dalam kerangka karya keselamatan Allah. pekerjaan mendampingi bergerak diatas dasar perintah Allah dan berorientasi kemanusiaan.
4.       Lukas 10:25-37
Ada dua tema yang dibicarakan dalam perikop ini yaitu “Hidup yang Kekal” yang berdimensi pada kasih kepada Tuhan yang terwujud dalam mengasihi sesama manusia. Sedangkan yang dimaksudkan dengan hidup yang kekal adalah hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Dalam preikop ini, perilaku orang samaria menjadikan dirinya dikategorikan Yesus sebagai sesama manusia dan karena itu memiliki hidup yang kekal. Sedangkan, sikap dan perilaku imam dan lewi tidak peduli tetapi menghindar dari kesusahan dan penderitaan orang lain. Penyebutan orang samaria mengandung kritik terhadap pemisahan sosial yang berlangsung pada waktu itu. Orang yang disebut sesama manusia dan memperoleh hidup yang kekal adalah orang yang bukan pemimpin keagamaan serta berasal dari luar komunitas yahudi. Alasannya, terletak pada dimilikinya belas kasihan.

5.       Yohanes 13:31-75
Dalam perikop ini ditekankan untuk saling mengasihi karena kasih itu merupakan makna hidup. Makna hidup diwujudkan dalam kehidupan dengan cara memperhatikan orang lain, prihatin, melayani, dll.  Untuk itu, pencarian makna adalah dasar dari tujuan hidup.

6.       Efesus 4:11-13
Perikop ini mencatat, adanya karunia yang berbeda-beda sebagai satu anugerah untuk melengkapi pekerjaan pelayanan serta sebagai asset potensial untuk membangun dalam aspek apa saja. hal ini juga terjadi pada seorang pastor yang merasa bahwa talenta yang ada padanya terlalu kecil dan tidak berguna. Sehingga merasa tidak berguna, pesimis dan tidak kreatif. Padahal, seorang pastor memerlukan optimisme atas dirinya sendiri dan merasa berarti atau bermakna bagi orang lain.


[1] Clinbell, Howard. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan & Konseling Pastoral, Kanisius: Yogyakarta, 2002. (HLM 35)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Liturgi (Tata Ibadah) Natal Sekolah

Lonceng Natal - Puisi Natal Anak