Gereja Sebagai Umat Allah


GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
Istilah umat Allah sering salah dimengerti sehingga menimbulkan kesalahpahaman. Penggunaan istilah “umat” tersebut selalu menunjuk pada umat manusia secara keseluruhan. Dan jika ditambahkan kata Allah mengikuti kata Umat, maka menunjuk pada Umat tertentu saja, karena tidak ada umat yang pada umumnya. Untuk itu, setiap umat memiliki kohesif yang terpisah dari yang lain. Juga, istilah tersebut seakan-akan melihat setiap manusia adalah laki-laki. Sehingga dalam hal ini, kemanusiaan itu tidak dinampakan, hanya tergambar  umat yang terpisah sehingga masing-masing umat mempertahankan kasatuan dari distriknya sendiri-sendiri.
“Allah” bagi kata Umat pilihan Allah sangat mengandung diskriminasi antara umat yang satu dengan umat yang lain. Sehingga Allah bisa dipakai untuk mengklaim kepentingan atau kekuasaan untuk diri bangsa tersebut.
Kelahiran dan kelangsungan hidup dari umat disebabkan oleh tindakan Tuhan sendiri yang ramah daan setia dalam menciptakan, memanggil, mempertahankan, menilai, dan menyelamatkan. Mereka adalah umat hanya oleh karena kehadiran tersebut, yang misterius. Untuk itu, penulis Perjanjian Baru menegaskan sentralitas dari Yesus Kristus. Dialah yang melayani sebagai Gembala, Hakim, Raja dan Penyelamat. Sehingga Penulis Perjanjian baru, diam-diam mengklaim dan mengutip teks-teks Perjanjian Lama. Seperti dalam 1 Petus 2:9-10.
Istilah Umat harus diperlakukan secara “kiasan” tidak bisa dialihkan secara Literal. Bila perlu istilah itu digunakan secara analogis. Untuk itu, umat Allah digambarkan sebagai gereja Perjanjian Baru di dalam latar cerita panjang tentang hubungan Allah dengan Umat yang dipilihnya.

SIAPA ITU UMAT ALLAH
Menurut Minear, umat Allah adalah umat yang kepadanya Allah mengutus Anak-Nya sebagai Penyelamat dan Raja. Umat Allah tidak lepas dari kelahiran Yesus atau PelayananNya, dan dari pesta Perjamuan Kudus atau Kebangkitan atau bahkan keturunan Roh pada hari Pentakosta[1]. Tetapi Juga harus diingat bahwa Umat Allah juga tidak bisa lepas dari perjanjian yang mana aktivitas Allah dalam zaman Abraham dan Musa. Kenyataan ini, tentu tidak mengecualikan realitas pemilihan atau mengurangi makna yang abadi.
Dalam pemahaman ini, Tom Jacobs lebih menyetujui Ekaristi sebagai artian Gereja[2] khususnya dalam artian “umat Allah” atau dengan perjamuan Ekaristi, terbentuklah jemaat. Perayaan ekaristi tertuju pada pembentukan jemaat hal itu jelas dalam 1 Kor 11:22. Bagi paulus, Jemaat Allah sama artinya dengan umat Allah, tetapi dalam kata Yunani, “Umat (Laos) Allah” tidak tepatnya sama dengan “Jemaat (Ekklesia) Allah” dan yang sangat menyolok, “umat Allah yang dipakai oleh Paulus, hanya dipakai untuk kutipan-kutipan Perjanjian Lama.

TRADISI PERJANJIAN LAMA DAN SESUDAH PERJANJIAN BARU
Istilah “jemaat Allah” mungkin berasal dari kelompok orang Yahudi. Kata “jemaat Allah” mempunyai latar belakang Yahudi. Sesuai dengan tradisi perjanjian lama, dengan kata itu maka yang dimaksudkan adalah bangsa Israel sebagai bangsa yang dipilih oleh Allah. Dalam PL istilah "Jemaat Allah” mengungkapkan bahwa umat ini berkumpul atas dasar tindakan Allah.
Dalam kumpulan orang-orang Kristen, kita pasti telah mengenal adanya pengecualian dari kata “umat Allah” yang seakan-akan menandai adanya tingkatan yang ketiga dalam artian “bangsa” (Kis 26:17) dalam bagian tersebut menjelaskan adanya bangsa yang menjadi pilihan Allah tetapi ada juga yang merupakan bangsa kafir (Roma 15:7-12). Semua ini menggambarkan istilah yang digunakan oleh kekristenan mengalami suatu flexibilitas yang mana ada istilah “umat Allah”, “umat-umat bukan Yahudi”, dan “Israel. Masing-masing menunjukan makna dalam konteks yang berbeda yang tampaknya cukup bertentangan.
Diantara nama-nama yang dipakai dan yang telah diadopsi oleh Gereja, salah satu yang paling penting adalah nama “Israel”. Penunjukan ini diberi langsung dalam surat Paulus kepada Gereja-gereja Galatia. Gereja ini sebagian besar terdiri dari bangsa kafir yang telah menjadi serbuan Yahudi. Namun Polemik ini dijawab oleh paulus dengan berpendapat bahwa Israel sebagai milik Allah. Israel ini mencakup semua yang berjalan sesuai dengan aturan bahwa sunat “tidak berarti apa-apa”. (Gal 6:15-16). Namun, Paulus tidak membedakan antara Israel yang lama maupun Israel yang baru, ataupun yang palsu dan yang benar. Ia mendefinisikan Allah Israel sebagai satu umat, yang diukur secara kualitatif dengan belas kasih Allah dalam salib Kristus. Kualifikasi yang sama mucul dalam suratnya yang berbicara dengan berbagai cara bahwa gereja adalah kawasan dari Israel (Efesus 2:12), sebagai rumah Israel (Ibrani 8:8-10); sebagai anak Israel (Wahyu 2:14), atau hanya sebagai umat-Ku Israel. Dalam kaitan dengan misi Mesias dipahami bahwa Ia (Kristus) dikirim ke Israel (Mat 15:24) sebagai penguasa, gembala, dan hakim, untuk membawa pertobatan dan pengampunan (Kis 5:13). KedatanganNya dirancang untuk kemuliaan Israel (Luk 2:32). Allah yang disebut tidak lain merupakan Allah Israel dan pemenuhan seluruh tujuanNya dibentuk oleh persyaratan kasih setiaNya bagi Israel (Ibr 8:8-13). Jadi ada hubungan yang kuat yang berdasarkan pada kenyataan bahwa kedua perjanjian, meceritakan kisah tentang bagaimana Tuhan yang sama memenuhi janji-janji perjanjianNya kepada umat yang sama.
Banyak metode yang dipakai untuk mengacu pada satu bangsa. (bangsa yang dipilih). Biasanya, untuk memastikan “bangsa” merujuk pada bukti baru untuk kontinuitas secara biologis (misalnya Kis 13:26; Fil 3:5). Tetapi itu tidak dapat menjadi referensi dalam 1 Petrus karena penggunaanya hanya didasarkan pada eklesiologis. Dalam surat ini, penulis dengan jelas menangani jemaat yang sebagian besar terdiri dari Umat Kafir yang melalui rahmat ilahi telah dipanggil keluar dari kegelapan dan menuju pada cahaya terang. Identitas mereka ditentukan oleh fakta pemilihan mereka. Dengan pernyataan bahwa “kamu adalah….. umat yang kudus”. Sekali lagi, kita amati bahwa ternyata ada kemudahan yang bukan Yahudi-Kristen mengadopsi corak khas tradisional bersama dengan kesadaran sebagai umat Allah. Namun, lebih sering kesadaran keberadaan Gereja sebagai Israel diungkapkan dengan mengacu pada dua belas suku. Karena itu, umat Kriten mula-mula, termasuk banyak umat yang bukan Yahudi oleh suku, mengidentifikasikan diri mereka secara penuh dengan kedua belas suku tersebut dengan Ayah mereka. Hal tersebut dilakukan dengan pemahaman baru yang radikal.
Angka 12 berkaitan dengan kedua belas murid yang dikaitkan dengan kedua belas suku, yang mana kedua belas murid itu telah dijanjikan oleh Mesias tempat di pesta pernikahan dan tahkta untuk menghakimi orang kedua belas suku tersebut (Mat 19:28, Luk 22:30). Dan dalam kitab Wahyu, menganggap bahwa pemenuhan eskatologis, di mana gereja sudah bersama-sama, akan menjadi penyempurnaan bagi kehidupan umat Allah yang dari awal telah menjadi satu umat, satu perjanjian. Namun, pada bagian lain, antara murid-murid dan kedua belas suku terjadi suatu masalah yang kompleks, bahwa Kristen awal ditolak oleh orang Yahudi yang mengakui hak Perjanjian tersebut hanya untuk diri mereka sendiri.
Dalam Yohanes, generasi ditentukan oleh apakah umat mengandalkan roti dari surga atau menolak roti yang dalam dipilih untuk manna kuno. Mereka yang menolak kehidupan sekarang dan makanannya benar-benar mengungkapkan status anak mereka kepada setan, bukan warisan mereka dari leluhur yang dua belas tersebut. Dalam Kristen seperti dalam pemikiran Yahudi, keanggotaan dalam umat yang kudus ditandai dengan “sunat” sebagai suatu istilah yang bisa digunakan sebagai penyetaraan umum untuk “umat” (Rom 115:8-10, Yoh 7:22). Sunat diperlukan sebagai kualifikasi seseorang untuk masuk kedalam kewarganegaraan di Israel. Bahkan, istilah sunat biasanya disebut bukan untuk ritus melainkan kepada umat. Sehingga sunat menjadi simbol masyarakat baik di sinagoge Yahudi dan dalam jemaat Kristen. Surat-surat Paulus, menunjukan bahwa betapa sulitnya bagi gereja untuk sampai pada pemahaman umum mengenai sunat. Namun meskipun Paulus tidak mewakili semua Rasul, namun dialah yang melihat dan menyatakan [3]masalah yang paling jelas.
Pertanyaan-pertanyaan mengenai polemik tentang sunat dapat dijawab apabila kita memiliki konsep yang memadai tentang apa itu Kristen meskipun mereka berkata “Israel”. Pertama, dalam periode sejak salib, kebutuhan untuk sunat, sebagaimana ditegakkan oleh lawan-lawan Paulus, telah dihapuskan oleh salib. Kedua, “sunat adalah kebenaran yang sejati” (Fil 3:3-11) sunat diidentifikasikan Paulus sebagai masyarakat yang menyembah Allah dalam Roh. Untuk itu yang lebih ditekankan adalah masalah ketaatan penuh kepada Allah. Keempat, sunat bisa dikukuhkan sebagai ikatan komunitas Kristen karena kematian dan kebangkitan Kristus sebagai suatu sunat di mana semua anggota tubuh-Nya berpartisipasi. Atau, sunat dibuat hampir sama dengan Baptis dalam kematian Kristus. Demikian dipahami bahwa untuk diterima sebagai penunjukan terhadap eklesiologis.  
Yesus sebagai Anak Domba mengorbankan dirinya untuk menebus dosa dunia (Yoh 1:29) umat yang menerima hidup di dalam Dia berbagi dalam pengorbanan dengan makan daging dan minum darahNya.


JEMAAT ALLAH MENURUT PAULUS
Barangkali Dalam 1 Korintus11:18 Paulus menegur umat mengenai perpecahan yang ada di antara mereka dengan berkata bahwa “apabila kamu berkumpul sebagai jemaat.” Juga bisa diterjemahkan “apabila kamu berkumpul sebagai Gereja”. Dalam ayat 22, Paulus mencela orang kaya karena tidak mengindahkan bahkan memandang rendah yang miskin. Di sini kelihatan bahwa “jemaat Allah” tersebut tidak sama  dengan “kumpulan sebagai jemaat”. Dengan “jemaat Allah” dimaksudkkan jemaat yang dipanggil oleh Allah. jadi, “jemaat Allah” bukanlah satu kata yang umum melaainkan satu kata yang konkret. Kata gereja menunjuk pada jemaat Allah setempat bukan pada jemaat secara umum.
Paulus melihat pelayanan Yesus sebagai kasih karunia Allah sebagai sebuah pelayanan imam dari Kristus Yesus kepada umat lain. Dalam istilah Paulus, ia berkewajiban untuk menyajikan tubuhnya sebagai korban hidup (Roma 12:1).
Bagi Paulus, Gereja adalah jemaat setempat namun juga mempunya arti universal. Karena itu, didalam jemaat setempat terwujudlah Gereja Allah. dalam pemahaman gereja Paulus, orang tidak pergi ke Gereja untuk beribadat. Perayaan bersama adalah Gereja, oleh karena perayaan itu tidak lain dari pada “berkumpul sebagai jemaat” orang tidak berkumpul untuk ibadah atau untuk taurat. Hidup jemaat dalam kondisi persaudaraan yang bertujuan untuk komunikasi iman, saling meneguhkan dan menguatkan iman.[4]













[1] Paul, Minear, Images of The Church In The New Testament, The Westminster Press;  1960 Hlm: 70
[2] Tom, Jacobs, Kononia dalam 5Eklesiologi Paulus, Dioma, Malang:2007. HLM 59
[3] Paul S. Minear, Op. Cit., 83
[4] Tom, Jacobs. Op. cit., Hlm 65

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Liturgi (Tata Ibadah) Natal Sekolah

Lonceng Natal - Puisi Natal Anak

Kumpulan Puisi Natal Untuk Anak-anak