Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2012

Gereja Dalam Lukas

a. Pun bagi Paulus, waktu antara paskah, Parousia ditetapkan dalam Injil, karena itu mengkarakterkan zaman sejarah. Tetapi diantara perjanjian Baru, kesaksian Lukas ada yang pertama tentang zaman/ refleksi tentang sejarah. Bagi Lukas, Yesus tidak hanya sebagai penafsir taurat, hidup dalam ketaatan gereja- baginya, sejarah gereja yang benar mengisi antara paskah dan Parousia. b. Kita mulai dari terminologi Lukas. Disini Israel menunjukan bangsa Yahudi dan orang yang lain adalah bukan Yahudi. Jadi konsep yang tua dalam Matius 8:4-12 dimana dipilih dari bangsa-bangsa dan ditambahka pada Israel, diambil alih oleh Lukas. Pandangan Katolik mula, menolak memberi nama Israel untuk Yudaisme dan melihat gereja sebagai hanya Israel yang benar. Dalam penggunaan istilah “orang” (laos), Lukas menggunakannya bagi orang Yahudi. Ada dua pengecualian: Di dalam kisah para rasul, yag merupakan permulaan sejarah Gereja, “orang” yang disebutkan, bahwa Allah memilih dari orang bukam Yahudi lewat misi Pet

Satu Mulut, Satu Hidung - Ilustrasi

Mengapa mulut kita tidak sepasang seperti telinga, mata, dll? mulut kita hanya satu atau sebelah saja, soalnya sebelah lagi berada di surga, jadi apa yang kau omongkan di dunia, di omongkan juga di surga, jadi, berhati-hatilah dengan omongan anda!!, Tuhan mendengar perkataanmu, wahai pendusta! karena hidungmu juga satu, satunya lagi di surga, mulut akan menentukan kapan Tuhan menutup Hidungmu selamanya...

Gereja Di Dalam Injil Matius

a. Dimana penulis dari Injil pertama tinggal adalah tak pasti. Sepertinya, gerejanya hidup dalam masyarakat Yahudi diaspora yang dipengaruhi Helenisme, namun mungkin juga di Siria. Bahwa gereja bertumbuh  dan dikarakteran oleh Yudaisme diaspora. Adalah sulit untuk membedakan apa yang Matius lihat dan bahan-bahan mana yang ia ambil alih. Ini dalam kaiatan dengan analisa terhadap Matius 23.   b. Apa yang ia ubah, bagaimanapun, di dalam gereja, seperti yang matius ketahui, bertentangan dengan permulaan gereja perdana, adalah pengalaman penghambatan oleh Israel (10:17-25) dan misi kepada orang bukan Yahudi mungkin impresif di Siria (8:11; 24:14) lebih dari 4 dekade setelah kebangkitan Yesus. Tidak berarti bahwa peristiwa bukan parousia adalah masalah sentral, tetapi dala hal ini yang menjadi soal adalah taat pada hukum. Di waktu yang sam, karena penghambatan oleh Israel, butuh refleksi atas hubungan zaman gereja pada Israel sebelum Yesus. Dari ini gereja belajar memperhatikan dirinya s

Melebih-lebihkan, bukan berbohong

Melebih-lebihkan, astaga itu kata yang paling dibenci oleh setiap orang ketika mendengar seseorang melebih-lebihkan perkataanya. Tapi ada suatu pengecualian yang masuk akal koq. Bukan Seperti yang saya tulis dalam Menyentuh Loteng, Berteriak Langit !   tapi pengecualian pada hal tertentu. Misalnya melebih-lebihkan dalam hal di bawah ini. Sebelum memberikan penjelasan, ada suatu episode film Spongebob's Squerpants yang bercerita tentang melebih-lebihkan. Pada suatu saat, Tuan Krab, bersama si Spongebob's pergi ke suatu tempat (hotel) dimana akan diadakan kontes orang Terpelit. Tuan KRab's sebagai pemenang bertahan beradu dalam kontes tersebut, namun sayangnya kali ini kontestan yang turut dalam pemilihan orang terpelit cukup sengit sehingga tuan Krab membutuhkan cara lain agar ia menang. Salah satunya dengan cara memanfaatkan anak buahnya yaitu Spongebob's untuk berbohong. 

Kritikan Terhadap Ekaristi (Compassionate and Free) Part 11

Dalam Gereja, Ekaristi mestinya menjadi jalan yang nyata untuk menerobos rintangan-rintangan sosial ekonomi. Gereja harus membawa makna ekaristi kepada kehidupan yang berantakan. Ekaristi merupakan tanda. Daripada mengahabiskan waktu untuk memperhalus dan meningkatkan tanda tersebut, orang Kristen harus merenungkan apa yang dilambangkannya dan ke arah mana ia menunjuk. Untuk itu, Ekaristi bukanlah persoalan minum dari piring dan piala perak padahal Yesus tidak pernah mempunyai rumah apalagi perabut dari perak. Begitu juga dengan pakaian yang pantas bila perlu hitam dan wajah sesorang harus terlihat murung, padahal Ekaristi adalah perayaan sukacita. Kita jangan mengikuti sesuatu yang besifat kebara-baratan seperi Roti dan anggur. Bukankan dalam konteks Indonesia air Jeruk dan sinkong juga bisa?

Perempuan Dalam Teologi Asia (Compassionate and Free) Part 10

Perempuan harus bergumul dengan kehidupan yang keras ini. Dengan menjadi pedagang asongan, pemungut sampah, pekerja pabrik, dll. Semua itu merupakan gambaran pergumulan perempuan di Asia ini, agaknya sungguh sangat menyedihkan ketika kita mengalaminya. Perlakuan yang tidak baik bagi kehidupan perempuan ini adalah konsekuensi yang harus mereka hadapi tanpa ada gerakan dari pihak manapun. Namun, dalam kondisi seperti ini, ada perempuan-perempaun burjuis dengan pendapatan yang baik tidak dapa mengerti mengapa kita orang Asia yang beradab harus mengikuti dunia barat yang merosot akhlaknya dalam soal kebebasan perempuan.

Roh Kudus (Compassionate and Free) Part 9

Roh Kudus telah dijadikan maskulin oleh terjemahan Yunani maupun Latin, padahal sudah lama dalam terjemahan Ibrani Kuno “Ruakh” merupakan kata yang netral. Melihat sifat dan fungsi Roh sebagai Allah yang menciptakan, yang menghibur, “Pemberi Hidup” maka tidak heran jika tulisan gnostik seperti kitab Injil Orang Ibrani dan Kisah Tomas menyebut Roh Kudus secara Eksplisit “Ibunda Yesus, Ibu semua mahkluk”. Sudah pasti tulisan-tulisan tersebut tidak bisa dimasukan kedalam kanon karena kepentingan tertentu. Hakikat Roh adalah kebebasan tanpa batas. Itu berarti usaha untuk membatasi kegiatan Roh merupakan penyangkalan kebebasan itu. Itu tidak berarti bahwa tidak ada tanda-tanda yang tampak untuk mengenali pekerjaan Roh yang terus berjalan. Roh berarti kehidupan bukan kematian, ketertiban bukan kekacauan, komunitas bukan perpisahan. Dimanapun tanda-tanda ini ditemukan, di situ seseorang harus dapat mengenali pekerjaan Roh.

Gagasan Tentang Allah dari Perspektif Feminis (Compassionate and Free) Part 9

Dalam berbagai bahasa kata ganti untuk Allah selalu menunjuk pada laki-laki berbeda dengan Indonesia yang tidak mempunyai sifat dualitas dalam kata ganti tersebut. Kata ganti laki-laki yang digunakan untuk menunjuk pada Allah tentunya dipengaruhi oleh pemahaman bahwa Allah adalah lelaki. Pengalaman Marianne membuktikan bahwa adanya kaum laki-laki yang coba memasukan unsur maskulinitas dalam gagasan tentang Allah. Hal ini dibuktikannya dengan gagasan tentang rahmat Allah rechamim yang secara harafiah adalah “gerakan rahim”. Dan yang memiliki rahim hanyalah perempuan. Hal yang lain adalah, bagaimana perempuan dapat diciptakan menurut gambaran Allah kalau Allah itu benar-benar laki-laki. Kata Yahweh yang diucapkan Adonai yang berarti Tuhan menurut Marianne ada suatu keanehan. Hal ini mungkin disebabkan adanya dominasi hiperbol (gaya bahasa yang berlebih-lebihan) laki-laki dan perempuan hanyalah litotes (gaya bahasa tidak berlebihan). Laki-laki dianggap sebagi Allah tapi bukan berar

Motif-Motif Teologis (Compassionate and Free) Part 8

Sebagai perempuan, seringkali diatur (istilah yang digunakan Marianne sesuai dengan Maria de Groot yaitu; dibengkokan) oleh laki-laki. Untuk itu, perlunya pembebasan. Pembebasan yang bagaimana? Pembebasan melalui kuasa Yesus dalam ruang Kerajaan Allah, supaya perempuan dapat menegakkan diri sepenuhnya dan memuliakan Allah. Dalam Lukas 13 kepala sinagoge tidak menghargai apa yang Yesus lakukan atas seorang perempuan pada hari sabat. Mereka sangat kritis terhadap partisipasi perempuan dalam keselamatan. Yesus pun menyebut pemimpin-pemimpin rohani ini munafik. Yesus mengangkat perempuan itu ke keadaan yang sebenarnya sebagai anak Abraham yang telah dibebaskan. Perempuan yang telah bebas seharusnya menjadi sekaligus membawa syalomnya kepada orang lain. Sewaktu ia mengasihi dan mengampuni orang yang berdosa terhadapnya, ia tidak lagi dapat mengizinkan dosa-dosa seksime dan rasisme untuk terus berlanjut di mana mereka telah di identifikasi. Untuk itu, penting untuk meningkatkan kesada

Kedudukan Kaum Perempuan di Pedesaan dan Perkotaan (Compassionate and Free) Part 7

Pada umumnya di desa, perempuan selalu bekerja di bidang-bidang seperti tekstil, batik, pangan. Namun persoalan fasilitas yang tidak memadai adalah persoalan utama yang menyebabkan perempuan menjadi korban dari sekelompok orang golongan atas. Gerejapun ikut-ikutan melakukan pembangunan yang salah. Gereja hanya sibuk melakukan perayaan hari-hari besar gerejawi dengan meriah dan sangat mahal, dan melakukan pembangunan yang tidak tepat sasaran. Anak-anak dan orang cacat pun tidak mempunyai peluang menjalankan hidup dalam masyarakat. Orang-orang di pedesaan masih sangat terikat dengan hukum dan adat setempat yang masih memperhitungkan perimbangan kosmis. Namun adat tersebut lama-lama bergeser fungsinya dari melindungi komunitas menjadi menindas masyaraka. Misalnya adat mas kawin yang lama-kelamaan menjadi beban bagi perempuan atau laki-laki yang akan meminang mempelainya. Di perkotaan, timbul masalah yang sedikit berbeda dengan yang ada di pedesaan. Pada umumnya, masalah tersebut ad

Partisipasi Kaum Perempuan (Compassionate and Free) Part 7

Pada kenyataannya kita tahu bahwa keadaan di dunia barat dan dunia ketiga terutama Asia sangat berbeda, menurut Marianne orang-orang Asia (Perempuan) sudah cukup mempunyai suara di tengah-tengah masyarakat yang patriakhal. Dan suara itu disampaikan dengn cara yang berbeda dengan orang barat. Di Indonesia, sejak masa pemerintahan kolonial hingga sekarang sudah ada pembicaraan untuk mengangkat derajat perempuan. Bahkan sejak adanya perjuangan nasional, perempuan hampir mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Perempuan pun dipercayakan untuk menduduki kedudukan-kedudukan penting di dalam Negara Indionesia sehingga menurut Marianne bahwa untuk partisipasi perempuan di Indonesia tidak ada masalah karena perempuan mempunyai bagian yang sama dengan laki-laki. Yang menjadi masalah adalah pada bidang-bidang lain karena sikap permisif terhadap perempuan ini, hanya menyentuh masyarakat tertentu saja.

Realita Sosial dan Politik (Compassionate and Free) Part 5

Dunia ketiga merupakan daerah yang sedang dieksploitasi oleh bangsa barat, hal ini juga berhubungan dengan kolonialisme bangsa barat dulu terhadap dunia ketiga dengan cara membuat suatu sistem ekonomi yang memproduksi barang-barang kebutuhan bangsa barat. Perempuan pun menjadi korban yang rentan terhadap kekerasan, pelecehan dan sebagainya. Gejala-gejala yang timbul dari keadaan seperti ini adalah sikap “penaklukan”. Dampak dari penaklukan ini tentu tidaklah baik, misalnya saja di Indonesia terutama Bali, orang harus memindahkan kegiatannya dari sektor produksi ke sektor jasa. Pembangunan yang berujung pada penaklukan adalah bagian dari pembangunan yang mengejar kuantitas dalam bentuk angka-angka tapi tidak pernah melihat kualitas hidup semua orang. Kemiskinan di Asia merupakan bentuk dari pembangunan dan eksplotasi tersebut, untuk itu, menurut Marianne; sebagai orang Asia (Teolog) kita harus memandang wajah orang-orang yang dieksploitasi dan ditindas sebagai wajah Kristus, dan ke

Maria Yang Tersentuh dan Bebas (Compassionate and Free) Part 4

Maria merupakan salah satu contoh perempuan yang sepenuhnya bebas. Kekudusannya merupakan akibat dari kepatuhan yang pasrah sehingga hal itu mengundang kasih karunia Allah, tapi kepatuhan Maria terhadap Allah bukanlah kepatuhan seperti seorang budak karena sudah tidak ada pilihan, tapi kepatuhan Maria itu sepenuhnya kreatif sebagai seorang yang bebas, dalam artian tidak tunduk kepada siapapun juga dan ia bebas melayani Allah. Keperawanannya secara fisik telah sangat dipuji dan ditekankan. Dalam Teologi perempuan, “perawan” merupakan lambang dari otonomi perempuan. Perawan bukanlah berarti seorang perempuan yang menjauhi hubungan kelamin, karena itu merupakan konstruksi pemikiran yang ditambahkan kemudian hari. Perawan itu berarti seorang perempuan yang hidup tidak terikat dengan hubungan tertentu; seorang perempuan yang bertumbuh menjadi utuh di dalam dirinya sendiri sebagai pribadi yang lengkap dan yang terbuka bagi orang lain.Keperawanan merupakan suatu hal yang mulia kalau diik

Pembebasan Perempuan adalah Juga Pembebasan Lelaki (Compassionate and Free) Part 3

Pembebasan Perempuan adalah pembebasan manusia sejauh pembebasan itu berkaitan dengan semua orang agar menjadi peserta penuh dalam masyarakat  dunia. Reaksi yang menolak pembebasan ini yang khususnya adalah lelaki tidak lain hanya ketakutan akan amburknya sistem patriakhal. Gereja pun dari dulu memainkan suatu sturktur patriakhal dengan teologi yang dangkal terhadap kaum perempuan terutama di Asia. Jika berpikir dengan menggunakan Historical Perspektive maka Marianne setuju bahwa telah terjadi zaman dulu suatu kebudayaan matriakhal yang mengakui satu tujuan dalam kehidupan, yakni kebahagiaan manusia. Kebudayaan ini juga tidak bertekad untuk menaklukan manusia. Itu berarti menurutnya bahwa filsafah dan agama yang berdasaran kaum lelaki kemudian memainkan peran untuk mengeksploitasi perempuan. Hal ini terbukti dengan pemahaman tentang perempuan dalam masyarakat Asia terutama dalam penggunaan istilah untuk kaum perempuan itu mis.; empu (berdaulat, ibu), puan. Kata-kata ini pun kemudi

Perempuan Sebagai Yang Lain (Compassionate and Free) Part 2

Bab ini diawali dengan kesadaran eksistensi diri dari seorang Marianne, yang menimbulkan suatu pemahaman “yang lain” yang juga menimbulkan rasa teralienasi. Kesadaran ini juga merupakan suatu refleksi yang panjang dari pengalaman hidupnya. Di mulai dengan kesadarannya sebagai seorang Kristen yang merasa menjadi “yang lain” di tengah-tengah bangsa yang mayoritasnya bukan agama Kristen, ataupun kesadaran menjadi seorang anak gadis yang menganggap anak lelaki sebagai sesamanya, bukan orang yang unggul darinya. Dalam kehidupan berbangsa sekaligus bernegara, menjadi “yang lain” merupakan suatu hal yang rumit, karena bangsa ini mempunyai keragaman suku, agama, maupun ras. Terkadang menjadi “yang lain” dianggap sebagai sebuah ancaman atau dianggap sebagai sesuatu yang asing (alien). Maklumlah karena bangsa kita adalah bagian genologi Bangsa Asia yang masih terikat dengan kosmis. Namun bagi seorang Marianne, menjadi “yang lain” dapat merupakan suatu pengalaman yang membebaskan, yang dapat

Yesus Sebagai Anak Manusia

Gelar ini, dapat dikatakan sebagai gelar favorit Yesus. Dan hampir semua diucapkan oleh Yesus sendiri. Pada zaman Yesus, memeakai ungkapan ini dianggap sopan bila mengacu pada diri sendiri dalam keadaan tertentu, kendati beda pendapat apakah kata itu dipakai untuk membuat pernyataan tentang umat manusia secara umum termasuk pembicara secara khusus, atau untuk membuat pernyataan yang mengacu hanya kepada pembicara. Yesus sering menggunakan ungkapan itu, dan tampilnya ungkapan itu dalam injil sinoptis menimbulkan perdebatan. 1.       Pada satu pihak, ada anggapan bahwa asal makna ungkapan itu ialah Dan 7:13 yang merujuk pada kedatangan sesosok mahkluk sorgawi yang dilukiskan dengan segala perlambangan dalam apokaliptik. Beberapa ahli seperti Norman Perrin dalam bukunya A Modern Pilgrimage in New Testament Christology, 1974 berpendapat bahwa gereja perdana yang pertama memakai konsep ini untuk melukiskan peranan Yesus dimasa akan datang; sedangka yang lain mengemukakan pendapat berd

Tersentuh dan Bebas - Marianne Katoppo, Resensi dan Ringkasan

Judul Buku      : Compassionate and Free Pengarang       : Marianne Katoppo Penerbit           : Aksara Karunia Tahun Terbit    : 2007 Jumlah halaman: 122 Dalam Bukunya Marianne Katoppo terdapat empat kata pengantar yang salah satu merupakan kata pengantar yang ditulis olehnya sendiri dan juga terdapat lima bab bahasan. Satu hal yang cukup menarik dari lembaran-lembaran awal buku ini, bukan terletak pada kata pengantar yang berjumlah empat tersebut, tetapi Marianne menyelipkan suatu bab khusus dengan judul “28 tahun kemudian” bab ini yang sesuai dengan judulnya, menjelaskan perjalanan panjang Compassionate and Free (WCC, 1979) selama 28 tahun, dan yang baru diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Buku yang berisi pengalaman Katoppo baik pengalaman kehidupan sehari-hari maupun pengalaman di tingkat Akademik ini sangat dihargai di ranah internasional, dengan terbukti menjadi textbook di mana-mana namun malah tidak dikenal di Indonesia bahkan tidak masuk ke dalam daftar b

Gelar Anak Manusia dalam Lingkungan Yahudi Dan Sekitarnya

(PENGGUNAAN ISTILAH TERSEBUT DALAM MASYARAKAT YAHUDI DAN SEKITARNYA) Dasar Bahasa Aram (Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh Yesus) untuk gelar ini ialah bar enasy atau bar anasya. Secara umum, hal ini menunjukkan arti “manusia” atau “orang” pada umumnya yang menunjuk pada anggota umat manusia. Tetapi, juga dapat digunakan untuk orang pertama (“aku”). Ungkapan ini, lebih menunjuk pada seorang pribadi sebagai manusia [1] . Dalam Perjanjian Lama/Ibrani, istilah yang paling cocok untuk ungkapan ini adalah ben-Adam (Anak Adam). Dalam Perjanjian Lama, ben-Adam juga berarti manusia [2] . Dalam Kitab Yehezkiel,ada penggunaan istilah yang istimewa. Dalam kitab tersebut, ungkapan ini digunakan lebih dari 90 kali dan selalu merupakan sebutan Allah kepada Yehezkiel (Yeh 2:1, 3:1,4). Dalam hal ini, anak Manusia menunjuk pada kemanusiaan Yehezkiel. Kemanusiaan dengan segala kelemahan, keterbatasan, kepicikan, disbanding dengan kuasa, kemuliaan dan pengetahuan. Ungkapan Anak Manusia yang d

Yahwisme (Vriezen)

Dalam menjelaskan Yahwisme, Vriezen menghubungkannya dengan agama Israel kuno sebagai suatu pengantar. Dalam memahami intisari kepercayaan Israel kuno yang dikatakan begitu saja sebagai suatu bentuk yang tunggal, Ia mengutip pendapat S.H.Hooke yang membedakan antara tiga bentuk agama Israel kuno atau bahkan tiga bentuk agama yang berlaku serentak, yaitu: a.        Agama para bapa leluhur b.     Agama suku-suku ibrani kuno yang menetap di Kanaan dan yang menganut agama yang merupakan campuran antara agama para bapa leluhur dan kaum Kanani; c.        Agama kaum Israel yang mengalami keluaran dari Mesir dan pengembaraan di padang belantara Ciri khas dari bentuk agama yang ke 3 yang paling menonjol adalah munculnya Yahweh sebagai Allah Israel, jadi agama yang ke 3 ini merupakan bentuk kesatuan atau gabungan dari bentuk agama yang pertama maupun kedua. Kesatuan tersebut memiliki berbagai pola ekspresi. Bahkan, ada bentuk ekspresi yang mengandung unsur-unsur yang begitu asing sehi

WOMEN IN THE GRECO-ROMAN CITY

Among those persons who crossed categories in order to better their lives, even at the cost of enduring some obloquy from neighborhood gossips and, presumably, considerable internal tensions within their families and within themselves, there were a great many women. Sarah Pomeroy looks at the phenomenon of marriage upward by imperial slaves and freedmen form the point of view of the woman. Why would a freeborn woman marry an imperial slave or freedman? The reason might be that while in some social categories (liberty, extraction) she was his better, in others (money, influence, possibly education or profession) he could improve the position. Outside the familia caesaris it was much more common for slaveborn women to marry free men than the reverse. Weaver found in his control group of seven hundred sepulchral inscriptions that freedwomen were usually manumitted at an earlier age than freedmen and quite often for purposes of marriage. In fact,29 percent married their own patrons-one

The People Of God

The People Of God We have now completed a first step in our survey of the whole range of ecclesiological imagery in the New Testament. Some thirty metaphors and pictures have thus far come under scrutiny. Of course, it is hazardous to term any one of them as marginal, and many readers will want to upgrade their favorites. Our classification, we repeat, is both rough and tentative. It would be quite wrong to suggest that the analogies of the bride or cup, for example, carry the same measure of significance as the metaphors of salt or fish net. Surely there are vast differences in the degree of vitality. The classification is based on two factors: the infrequency of appearance in the NT and the dearth of evidence that a particular analogy exerted wide power during the NT period to stimulate and to dominate the self-image of the church. The power of the figures hitherto treated did not, in our judgment, extend far beyond the specific passages in which they were found. This is not t

Penggunaan Alkitab Dalam Konseling Pastoral

Pemanfaatan Alkitab sebagai dasar dari koseling pastoral merupakan hal yang sah-sah saja karena Alkitab mempunyai berbagai cara untuk menyapa kebutuhan religius kita, namun penggunaan tersebut harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Hal ini didasarkan pada kesadaran akan terjadinya penyalahgunaan Alkitab dalam konseling pastoral. Untuk itu pengambilan bentuk-bentuk Alkitabiah secara serius menghasilkan pendekatan yang jauh lebih cermat daripada yang biasanya berlaku. Cara ini menghindari pengambilan nas Alkitab secara sembarangan yang lepas dari konteksnya, yang sering terjadi bila konselor mencoba memberi nasehat “alkitabiah”. [1] Penggunaan Alkitab dalam konseling tidak akan memaksakan prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman konselor biasanya bekerja. Lebih baik Alkitab tidak akan menjadi dasar dari proses konseling pastoral apabila menyebabkan metode dan sasaran dalam tahapan konseling pastoral itu batal. Namun ditegaskan juga bahwa pembacaan Alkitab dalam percakapan pastor

Alkitab Sebagai Dasar Dari Konseling Pastoral - Part 2

Menurut Howard Clinbell, salah satu alasan penting untuk mengintegrasikan pemahaman Alkitabiah dengan praktek pelayanan karena Alkitab adalah sumber tradisi rohani dari kekristenan, maka hubungan yang erat dengannya dapat membantu kita untuk tetap berakar dalam keutuhan dari kebenarannya yang bersifat memelihara keutuhan. Pengertian tentang keutuhan mau menjelaskan kepada manusia, bahwa walaupun diciptakan segambar dengan Allah tapi pada hakekatnya manusia bukanlah Allah. untuk itu manusia harus menyadari bahwa sifat mendasarnya adalah kefanaan dan kerusakan disamping potensinya yang luar biasa. Keutuhan merupakan cara konselor akan kualitas pertumbuhan yang dikaruniakan supaya dapat memperkuat dan membebasan orang lain. Dalam pengertian tersebut ada pendasaran Alkitab yang mendukung yaitu [1] ; 1)        1 Korintus 6:19-20 Gambaran Alkitab mengenai tubuh merupakan bait roh kudus dan petunjuk yang jelas untuk “memuliakan Allah dalam tubuh manusia”, yang merefleksikan betapa pe