Buku Memandang Yesus (Gambaran Yesus dalam Berbagai Budaya) Anton Wessels


Bab. 1. Yesus adalah orang Yahudi
Dalam bab ini, menjelaskan dengan keras bahwa Yesus bukanlah orang Kristen, namun Ia adalah seorang Yahudi. Namun seiring dengan berjalannya waktu, Kaum Kristen telah mencabut Yesus dari tanah Israel. Dan mereka telah menghapus keYahudianNYa. Hanya disebabkan karena kemarahan mereka yang telah meganganggap bahwa orang Yahudi lah yang telah menyalibkan Yesus.
Dalam kurun waktu Perjanjian baru perjalanan kehidupan orang-orang Kristen (baik Kristen Yahudi maupun Kristen bangsa lain) dan kaum Yahudi belum terpisah sepenuhnya. Namun, selama berabad-abad orang Yahudi dilihat sebagai “musuh Salib” dan diperlakukan setimpal: disiksa apabila tidak mau bertobat. Penyiksaan orang Yahudi itupun berlanjut hingga abad-abad berikutnya.
Tanggapan dari orang Yahudi (pakar-pakar Yahudi) bahwa kekristenan bukanlah masalah esensial bagi kaum Yahudi. Bahkan pada abad ke-4 kekristenan bukanlah anacaman dibandingkan dengan berhala. Menurut mereka pada saat itu mereka tidak menentang Yesus, yang mereka tentang adalah pengusiran setan dalam nama Yesus. Namun pada akhir-akhir abad kedua, muncu polemic dalam tulisan-tulisan para rabi yang menerangkan soal putra Allah. pertentangan seperti ini, disebabkan karena segi sosial dan nasional. Juga keadaan politik saat itu menyebabkan penggambaran negatif tentang diri Yesus. Misalnya dalam Toledoth Yeshuh ­yang menceritakan Maria Istri dari Yusuf bin Pandera yang mendapatkan anak hasil selingkuhan dengan Yohanan tetangga mereka. Anak itu bernama Yeshuh.
Menurut pandangan orang Yahudi zaman sekarang tentang Yesus, banyak sekali yang menentang Ke Allah-an Yesus lewat konsep inkarnasi. Karena sama seperti orang Islam, mereka tetap percaya kepada Allah yang Tunggal, Yesus bagi mereka hanyalah merupakan orang Yahudi yang  sangat saleh, bahkan terlampau ekstrem dan radikal dalam pengajarannya tentang hukum taurat. bagi mereka, keAllahan Yesus merupakan pemutaran balik fakta oleh orang-orang Kristen setelah Yesus.

Bab. 2.  Kristus dari Kaum Muslim
Dalam Al-Quran, daan ajaran Islam, Yesus mempunyai tempat tersendiri. Namun tanggapan-tanggapan yang ada selalu bertentangan dengan apa yang ada dalam Quran dengan Injil.
 Gambaran Yesus  dalam Quran di mulai dengan kelahiranNya dari Maryam yang sama seperti dalam Injil, namun dapat dikatakan sudah diislamkan. Cerita tentang Yesus banyak dititkberatkan pada  kemampuaNya melakukan Mujizat, bahkan keagunganNya itu , Ia dianggap sebagai Mujizat itu sendiri.
Dalam Quran, menyebutkan bahwa Yesus mengaku diriNya sebagai sorang Nabi yang sama saja dengan nabi-nabi yang telah mendahuluiNya seperti Nuh, Abraham, dan Musa. Kelahiran Yesus disamakan dengan kelahiran Adam. Yesus pun dilihat sebagai pembawa injil.
Dalam kaitan dengan orang Yahudi dikatakan, bahwa mereka tidak percaya kepada Yesus (Surah 3:52 dst.) dan mereka bersengkongkol untuk membunuh  Ia. Dan dikatakan juga bahwa Yesus tidaklah mati. Berita Kematian Yesus adalah kabar dari orang-orang Yahudi yang seakan-akan telah membunuhnya, padahal Yesus tidaklah pernah mati. (Surah 4:157).
Quran menuduh orang Kristen telah mengakui Yesus atau Almasih itu sebagai Tuhan (Surah 9:30). Tetapi Quran mengatakan bahwa barangsiapa yang berkata, sesungguhnya Allah ialah mesias Putera Maryam, ia telah Kafir (Surah 5:17). Dalam Quran juga memperingatkan orang Kristen agar tidak berbicara tentang “Yang Tiga” dalam hubungan dengan Allah (Surah 5:73) atau menjadikan Yesus salah satu dari “Yang Tiga” itu. Yesus bahkan digambarkan membawa kabar atau proklamasi untuk kedatangan Muhamad dengan nama Ahmad.
Dari gambaran-gambaran tersebut, nampaknya gagasan Yesus merupakan Anak Allah pada dasarnya ditolak karena gagasan kelahiran secara “jasmani” yang tidak masuk Akal. Tentunya tidak mungkin Alla mempunyai anak, jelas bahwa ketuhanan Yesus berarti mempertuhankan Manusia.

Bab.3. Yesus yang dicambuk
Dalam sejarah dunia, tercatat bahwa perebutan Amerika Latin berlangsung secara bengis dan kejam. Dengan kata lain, sejarah orang Indian di Amerika Latin sejak tahun 1942 dapat dinilai sebagai sejarah penderitaan, dan pemerasan dari suatu benua selama lima abad. Mereka dikenakan pemerasan ekonomi, terganggu dan terasing dalam kehidupan cultural dan ditaklukan dalam hal keagamaan. Bagaimana perebutan dan kristenisasi penduduk terjadi secara bersamaan dan bagaimana hal itu mempengaruhi pemberitaan Kristen. Pada zaman itu juga, sudah mulai ada orang yang memprotes perlakuan demikian, walaupun tindakan ini tidak banyak mengubah keadaan.
Namun yang menjadi persoalan adalah kekristenan dari Spanyol yang dibawa kepada orang-rorang di Amerika Latin. Dalam pandangan Spanyol, Kristus dianggap sebagai mahkluk supra-alami, yang kemanusiaanNya tidak mempunyai daya tarik etis bagi kita. Kristus yang asketis ini, mati sebagai korban dari kebencian manusia dan juga untuk memberi kehidupan kekal kepada mereka yang percaya. Dan dari sekian banyak gamabaran Kristus di Amerika Latin. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa Kristus seperti disebut diatas itulah yang dibawakan kepada orang Amerika latin. Para misionaris Spanyol menggambarkan Kristus sebagai korban yang tragis, memar, dan pucat pasi; yakni gambar-gambar Kristus yang penuh darah; kristus-kristus dengan wajah menyerengai bergumul dengan maut; Kristus-kristus yang terlentang dan menyerah.
Sifat kemanusiaan Yesus hampir tidak dihirauka. Kristus telah kehilangan prestise sebagai penyelamat dalam perkara-perkara kehidupan. Ia seolah-olah hidup dalam pengasingan, sedangkan sang perawan, para orangg suci, didekati setiap hari untuk kebutuhan hidup. Bagaimana orang Latin memandang Yesus dapat dilihat dari patung-patungNya yang dibuat dari bagaimana mereka memperingati penderitaanNya. Penderitaan Kristus dijadikan suatu kultus kematian dan penguburan diri sendiri.
Menurut Boff, merenungkan dan menghayati kepercayaan kita kepada Yesus Kristus dalam konteks sosio-historis yang dtandai dengan penguasaan dan penindasan, berarti menyembah Yesus Kristus dan memproklamasikan Dia sebagai Pembebas. Kristologi tentang Yesus sebagai pembebas berhadapan dengan ajaran yang mendukung seluruh proses kolonialisasi dan dominasi: “tokoh-tokoh Kristus yang menderita dan mati dari tradisi Amerika Latin adalah tokoh-tokoh Kristus yang menjelaskan ketidakmampuan yang telah membatin dari mereka yang tertindas”.
Satu-satunya jalan untuk mengenal Yesus adalah megikutiNya dalam Kenyataan HidupNya, dan menghayati apa yang ia pertaruhkan dalam masa hidupnya, lalu mencoba membangun kerajaanNya di tengah kita. Hanya melalui Praksis Kristen, kita dapat mendekati Yesus.
Kesemuanya itu dimaksudkan sebagai kebalikan dar citra Yesus yang hanya sebagai anak yang tidak berdaya dalam pelukan ibuNyadan yang menjadi korban yang mati di pangkuannya. Hal ini merupakan pemberontakan terhadap Kristologi yang hanya menaruh perhatian pada Jumat Agung, tetapi tidak terhap paskah. Suatu Kristologi seperti itu hanya menawarkan kepada orang miskin ketabahan dalam penderitaan dengan memperingati Jumat Agung, tetapi tidak dapat memberi harapan akan kabar baik tentang kebangkitan untuk menempuh hidup yang baru, yang sekarang sudah mau dimulai.

Bab.4. Kristus yang Hitam
Dalam periode ketika ditemukan benua Amerika, pesisir Afrika Selatan di telusuri, dikolonisasikan dan ditaklukan. Perdagangan budak berkaitan dengan penaklukan dan pendayagunaan Amerika. Ketika orang Indian dirasa kurang cocok dengan pekerjaan sebagai buruh di perkebunan, timbulah kebutuhan akan pengadaan tenaga-tenaga kulit hitam dari Afrika.
Pengejaran Manusia secara besar-besaran ini, dilakukan untuk memperoleh budak-budak perkebunan, yang sebenarnya dirintis oleh orang-orang portugis, dan kemudian diikuti oleh orang-orang Belanda dan Inggris. Akibat dari perdagangan ini sangat merisaukan. Kehidupan masyarakat Afrika sangat merasa kacau balau. Sebagai akibat dari pekerjaan perbudaka ini juga, pekerjaan misi di Mozambik misalnya mengalami kemunduran. Sikap para misionaris terhadap perbudakan memberikan dampak negatif bagi misi mereka. Bahkan juga ditemukan bahwa di Kongo mejelang abad ke-18 agama Kristen bahkan lenyap.
Anak cucu dari budak-budak kulit hitam, yang dulu diangkut dari Afrika ke benua Amerika itu, dalam puluhan tahun terakhir  ini, menyadari bahwa Yesus yang diberitakan kepada mereka dijadikan “orang Kulit putih” yang menjadi semakin putih. Di Amerika Serikat pada tahun 1960an mulai berkembang apa yang disebut dengan Teologi Hitam. Yang dititikberatkan teologi ini ialah, melepaskan diri dari “Teologi kulit putih”, yang telah menciptakan seorang Allah sesuai gambar seorang bangsa barat yang berkulit Putih”.
Teologi hitam mengakui Tuhan yang setia kawan dengan setiap insane yang tertindas  dari ras dan bangsa apapun, dan yang berada ditengah penderitaan, penghinaan dan kematian mereka. Para Teolog kulit hitam berbicara tentang Mesias Kulit Hitam, Allah kehidupan dan Allah harapan kepada semua orang yang tertindas. Mesias Kulit hitam ini, yang adalah orang yang tertindas dari Allah, kelihatan pada wajah-wajah orang miskin dan tertindas yang berkulit hitam.
Teologi ini dipelopori oleh James Cone. Ia berpendapat bahwa tidak ada kebenaran dalam Kristus yang tidak terlepas dari orang yang tertindas, dari sejarah dan kebudayaan mereka. Kristus adalah suatu peristiwa pembebasan, suatu “Kejadian” dalam hidup mereka yang tertindas dan yang berjuang untuk kebebasan politik.
Teologi ini tidak hanya terdapat di Amerika Serikat, tetapi juga terdapat di Afrika sendiri. Teologi itu terdapat dalam bagia Afrika yang dulu pernah ataupun yang masih dilanda oleh penjajahan kulit putih. Tentu yang dimaksudka di sini adalah apa yang terjadi di Afrika Selatan yang dulu disebut Rhodesia.

Bab.5. Kristus Bangsa Afrika
Di Afrika ada agama Afrika atau tepatnya agama-agama Afrika. Agama-agama ini sama-sama ada dengan agama-agama dunia yang lain seperti Kristen dan Islam. Dan boleh dikatakan agama-agama Afrika telah banyak mempengaruhi dan masih sedang mempengaruhi pembentukan kedua agama itu.
Adapun sifat yang khas Afrika itu sendiri, sebagaimana yang senantiasa dikemukakan yaitu betapa jarangnya orang Afrika berpikir individalistis. Mereka akan menjadi manusia yang sepenuhnya apabila mereka ada dalam kelompok persekutuannya.
Orang Afrika sangat sadar akan keterkaitan dalam masyarakat, menjadi anggota keluarga besar, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Orang-orang yang telah meninggal diharapkan bertindak ramah dan suka membantu sanak saudara yang masih hidup. Jika mereka marah, mereka dapat mengirimkan malapetaka atas diri sanak saudara mereka. Bilamana hal ini terjadi, para anggota keluarga mereka yang masih hidup dapat mengatasinya dengan bersembahyang dan memberi sesajen, dalam bentuk makanan dan minuman.
Dalam kehidupan orang-orang Afrika yang tinggal di Afrika. Terdapat adat peraihan, padad waktu kelahiran, penerimaan sebagai anggota penuh, pernikahan dan kematian. Untuk menjadi manusia yang sempurna yang diterima dalam dalam masyarakat Afrika, orang harus mengikuti upacara-upacara tertentu.
Kedatangan Yesus Kristus di Afrika
Yesus sudah berada di Afrika sebelum ada agama Kristen, misalnya saja orang-orang Ethiophia yang dibaptis oleh Filipus dalam Kisah Para Rasul 8, dan juga gereja pertama di Afrika yang didirikan olleh Markus. namun kekristenan di Afrika dihadapkan dengan perkembangan Islam abad ke-7 sehingga kekristenan mengalami kemunduran. Bahkan hampir hilang semuanya.
Agama Kristen kembali diperkenalkan kembali kepada Afrika, ketika lalu lintas perdagangan di mulai yang dirintis oleh orang Portugis kira2 1490an. Penginjil-penginjil yang pertama datang pada umunya orang terpelajar, belajar menguasai bahasa dan kebiasaan dari negeri-negeri yang bersangkutan. Sedangkan penginjil-penginjil dalam tahap kemudian, kebanyakan tinggal jauh dari orang-orang Afrika, mereka hidup dalam cara barat dan menggunaka bahan-bahan impor, tinggal disatu halaman yang tertutup, dan sering harus dibantu oleh seorang penerjemah dan meminta perlindungan dari para penguasa maupun para colonial. Untuk itu para penginjil seperti ini dirasakan aneh oleh orang-orang Afrika asli, apalagi dalam memberitakan Injil, mereka tidak mengindahkan kebudayaan serta latar belakang keagamaan orang-orang Afrika itu sendiri.
Dalam konteks seperti ini lahirlah kesadaran dari rakyat Afrika itu sendiri. Menurut Gabriel Setiloane, tugas Teologi Afrika adalah menggumuli secara serius masalah Kristologi yaitu siapakah Yesus itu?. Yesus menurut Kristologi Afrika terkadung dalam berbagai gelar-gelar yang diberikan bagi Yesus. Salah satunya adalah
Kristus sebagai Pemenang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap khotbah-khotbah di Gereja Tuhan (Aladura) di Nigeria, John Mbiti menjelaskan bahwa Yesus sering dilihat sebagai pemenang, Ia melawan dan mengalahkan kuasa Iblis, penyakit, kebencian, ketakutan, bahkan kematian itu sendiri. Dan jika ditanya mengapa orang Kristen Afrika sangat tertarik kepada Yesus Kristus sebagai pemenang, maka jawabnya adalah bahwa orang Kristen Afrika sangat peka terhadap berbagai kuasa yang bekerja dalam hidupnya seperti :Roh-roh jahat, kekuatan gaib, sihir dll. Dan jika dihubungkan dengan antropologi Afrika, Allah menciptakan Anak dan memberikannya kepada suatu persekutuan. Dan dalam pandangan mereka Yesus memenuhi semua syarat itu untuk menjadi anggota penuh.
Bab.6. Kristus di Suriname
Suriname adalah nama negeri yang disebut sebagai negeri yang paling bersifat Afrika Barat di Amerika. Sementara itu, sejumlah besar orang Afrika kulit hitam dan suriname terdampar di Nederland. Dulu orang Belanda ada di antara pedagang-pedagang budak pertama, yang membawa budak hitam dari Afrika Barat ke Suriname dengan maksud mengambil gula dari sana. Di Amerika mereka membawa tradisi dan cara hidup lama mereka. Misalnya kepercayaan kepada roh-roh, menyembah para leluhur.dll. mereka juga mempunyai pandita dan dukun sendiri.
Untuk melihat bagaiman Kristus digambarkan oleh orang Suriname, maka yang harus dilihat adalah pandangan kaum Herrnhut mengenai Kristus, karena para penginjil dari Herrnhutlah yang memberitakan Yesus di Suriname. Inti Teologi mereka didasarkan pada Teologi Graf von Zinzendorf. Dalam teologinya, ia menitikberatkan pengorbanan Yesus oleh darah dan luka-lukaNya. Sang Juruselamat yang menderita. Luka pada lambungnya saat ia di tiang kayu salib, boleh dikatakan bahwa Kristologi ini segalanya berpusat pada penderitaan, kematian dan kebangkitan Yesus demi pendamaian.
Gambaran-gambaran Kristus menurut Von Zinzendorf itulah yang ditonjolkan oleh persekutuan-persekutuan penginjil dalam menyerahkan Dia kepada Suriname. Namun menurut J.P. Jones dalam disertasinya Kwakoe dan Kristus, para penginjil dari Herrnhut ternyata lebih berkuasa daripada dewa-dewa orang kulit hitam. Orang-orang kulit hitak merasa dirinya, dengan hadirnya penginjil, mampu turut menghancurkan dewa-dewa yang dipuji dan ditakuti. Mereka menghancurkan patung dewa orang kulit hitam. Penindasanpun terhadap budak-budak terus berlangsung sedangkan latar belakang kepercayaan orang Suriname asli Afrika diabaikkan atau dinilai negative. Yesus pun dibungkam mulutnya oleh para penginjil Hernnhut. Ia tidak dapat berbicara sedikitpun bagi orang-orang Afrika yang menjadi budak di Suriname.

Bab.7 Kristus berwajah Asia
Yesus datang dari Asia. Dan segera terdapat gereja-gereja Kristen di berbagai tempat di Asia. Sepenajang perjalananNya, muncul gereja-gereja yang missioner seperti Nestoria, Ortodoks, Assyria, mereka kini mungkin hampir lenyap dari Asia.
Orang Kristen di Asia pun hanya mempunyai presentase 2%. Untuk itu, jika bertanya bagaimana pandangan orang asia tentang Yesus? Maka harus juga muncul pertanyaan lain yaitu bagaimana hubungan hubungan Yesus Kristus dan gereja-gereja Kristen dengan agama-agama lain di Asia. Misalnya agama Budha, Hindu maupun aliran Tao.
Menurut para Teolog Asia yang besar seperti Aloysius Pieris, menyatakan bahwa gereja di Asia hanya dapat menjadi gereja milik Asia, jika dua kenyataan yakni kemiskinannya dan keberagamannya. Kristus yang dibawakan para penginjil dan misionaris sering berhubungan erat dengan kolonialisme. Dan dalam era pengembangan gereja-gereja Eropa, Kristus “colonial” bermusuhan dengan agama-agama dari dunia ketiga yang dianggap sebagai agama-agama palsu. AH Francke menyatakan juga bahwa sejak 1663 dst. Para penginjil barat diutus untuk memberantas agama kafir di India, bukan untuk menyebarkan kekafiran yang tidak ada gunanya di Eropa.
Kristus di bawa serta ke Asia dalam hubungan dengan kolonialisme, oleh karena itu tentu saja tidak banyak kritikan terhadap eksploitasi rakyat. Untuk mempertajam hal ini, Aloysius Pieris menyatakan bahwa zending dan misi masa kini membuat kesalahan yang sama, yakni melalui rencana-rencana pengembangan yang padat menempatkan gereja-gereja Asia dalam oasis-oasis Barat, yaitu dalam proyek-proyek besar bersifat pendidikan pribadi, atau pusat luar negeri. Ia melihat adanya kelangsungan dari suatu misiologi perebutan dan kekuasaan yang didalamnya terdapat ciri-ciri khas masa kolonialisme.

Bab.8. Kristus pada Jalan Raya India
Di India, sudah ada respon sejak lama tentang Yesus. Stanley Samartha membedakan tiga sikap, yaitu memberikan jawaban kepada Kristus tanpa penyerahan diri, jawaban serta penyerahan diri oleh mereka yang tetap tinggal di luar gereja-gereja yang dilembagakan, dan respon oleh mereka yang menjadi anggota Gereja. Yang masuk kategori pertama, yakni mereka yang memang menjawab panggilan Kristus, tetapi tetap memeluk agama Hindu, antara lain raja Mohan Roy (1772-1833). Ia menggarap suatu Kristologi tentang Kristus yang bermoral serta berlatarbelakang teisme India. Selanjutnya dapat disebut juga “Kristus yang bersifat mistik” dari Sri Ramakrishnan (1836-1886). Yang terakhir ini mendapat penglihatan dari Kristus. Ia percaya bahwa Kristus adalah penjelmaan Allah, tetapi bukan satu-satunya penejelmaan. Penejelmaan yang lain adalah Buddh dan Krishna. Contoh lain dari respon tanpa ikatan seperti disebut Samartha dalam arti kata tidak terikat pada gereja adalah Mahatma Gandhi
Gandhi dan Kristus
Mahatma Gandhi meihat Yesus sebagai satyagrahi (dia yang berpegang kepada kebenaran yang tertinggi) yang ia tangkap dari Khotbah Yesus di Bukit. Tokoh Kristus yang lemah lembut, begitu ramah dan penuh kasih, penuh pengampunan, sehingga ia mengajar pengikut-pengikutNya untuk tidak membalas, jika mereka dihina atau dipukul, tetapi harus memberikan pipi yang lain; dan menurut Gandhi ini merupakan contoh manusia yang sempurna. Ia mengakui Yesus sebagai Martir, penjelmaan dari pengorbanan sejati dan ia melihat salib sebagai teladan yang agung bagi dunia. Dalam hal itu Gandhi tidak merasa tertarik kepada Yesus yang Historis. Ia tidak peduli, bilamana kelak ternyata atau dibuktikan bahwa Yesus tidak pernah hidup. Khotbah di Bukit akan tetap merupakan kebenaran bagi Gandhi.
Gandhi Menolak gagasan pendamaian ilahi dan pengampunan melalui Yesus Kristus. Ia tidak bersedia menerima dengan akal budinya bahwa secara harafiah Yesus menanggung dosa dunia oleh karena kematian dan darahNya. Hatinya menolak untuk menerima bahwa dalam kematian Yesus di Kayu salib terkandung suatu kebajikan yang misterius dan ajaib. Gandhi berpendapat bahwa gagasan anugerah Allah melalui Kristus, yang membebaskan manusia dari hukum, merupakan sumber untuk hidup dalam percabulan. Ia beersedia memandang Yesus sebagai salah satu dari sekian banyak guru dan nabi umat manusia, bahkan sebagai salah satu dari sekian banyak nama dan penjelmaan Allah. Menurutnya Ia tidak percaya kepada orang-orang yang menceritakan kepada orang-orang tentang iman mereka, karena iman itu sendiri harus dihayati, dengan demikian akan menyebar sendiri.
Pemikiran Gandhi bersumber terutama pada gagasan kesemestaan Kristen, sebagaimana ia menanggapi Kristus sebagai lambang hukum abadi anti-kekerasan (ahimsa), yang diungkapkan dalam khotbah di Bukit. Oleh karena itu, menurut dia, agama Kristen pada dasarnya adalah suatu cara hidup baru, bukan suatu agama. Di mana hukum kasih dilaksanakan di situlah agam Kristen berada. Bukan Kristologinya, tetapi etikanya mengahantar pada kebenaran.
Kristus yang tidak dikenal dalam agama Hindu
Menurut para Teolog terkenal dari India seperti Raymond Panikkar berpendapat bahwa Kristus hadir dalam agama Hindu adalah cara yang paling efekif bagi jutaan orang untuk memperoleh keselamatan dan untuk dipersatukan dengan Allah, justru karena kehadiran Kristus yang terselubung di dalamnya. Ia mengetengahkan gagasan bahwa agama Kristen adalah agama Hindu yang telah mati dan bangkit kembali, tetapi dengan wujud yang telah “diubah”. Dalilnya ialah, bahwa apabila orang Hindu mengingat Ishavara yang merupakan tokoh sejati yang mewahyukan Brahman, perantara segala yang diciptakan dan sumber anugerah, berarti ia tanpa sadar telah mengakui Kristus yang terselubung itu. Panikkar menarik kesimpulan bahwa Kristus telah ada dalam agama Hindu, walaupun Ia tidak dikenal sebagai Kristus.

Bab.9. Kristus dan Tao
Yesus Kristus menurut Jung Young Lee dalam karya tulisnya Teologi Perubahan: Suatu Pandangan Kristen tentang Allah dalam Perspektif Timur. Ia menyebut Yesus sebagai realisasi yang sempurna dari perubahan. Lee berpendapat bahwa Teologi Kristen lebih memusatkan perhatiannya pada Kristus dan KaryaNya daripada Allah sebagai pencipta. Dan teologi Kristen biasanya memisahkan peristiwa pembebasan dari peristiwa kejadian dan menganggapnya lebih penting. Denga demikian diabaikan bahwa Allah tetap berkarya sebagai pencipta dan telah melakasanakan karya pembebasanNya di waktu lalu, sehingga karya keselamatan dinyatakan sebagai tindakan eksklusif dari Kristus sedangkan karya penciptaan semata-mata karya Allah Bapa.
Akan tetapi karya Allah Penyelamat dan Allah Pencipta adalah satu dan tidak dapat dipisahkan …. Dalam karya penciptaan diasumsikan ada pembebasan, tetapi penciptaan mutlak diperlukan untuk pembebasan, karena pembebasan berarti kembali kembali pada penciptaan semula. Allah sebagai Pencipta adalah sumber kreativitas dan sumber segala yang ada, sedangkan Kristus hanya yang dinyatakan dari Allah. jika sang Pencipta diidentifikasikan dengan Kristus Pembebas, maka Kreativitas Ilahi yang tak berkesudahan disangkal. Allah sebagai pencipta adalah lebih daripada yang telah diwahyukan, dan misterinya tak terelakan dan tak terkirakan.
Berbicara tentang Kristus, maka Kristus sama dengan Firman yang berasal dari mulut sang Pencipta, Ia sebagai pusat dari proses penciptaan memecahkan masalah keberadaan, yaitu masalah pengasingan atau dosa. Kristus sebagai Firman adalah Allah sebagaimana dalam keberadaanNya (eksistensi) dan hal itu perlu dibedakan dari hakikat (esensi). Oleh karena Kristus adalah Allah dalam eksistensiNya, dengan kata lain Allah yang diwahyukan, maka Ia bersyarat, terbatas.
Kristus sebagai terang tidak terpisah seluruhnya dari kegelapan, karena tanpa kegelapan, terang tidak ada, sebaliknya juga tanpa terang tidak ada kegelapan. Oleh karena Kristus mematuhi kondisi keberadaan, maka kegelapan harus berada di dalam terang cahayaNya. Sebaliknya, Kristus sebagai Terang menembus kegelapan kita.
Kebangkitan Kristus bukan penaklukan dari kematian, melainkan kegenapan dari kehidupan. Penyaliban-Nya mutlak diperlukan untuk kegenapan itu. Apa yang harus diperbaharui, harus mati dulu. Yesus sebagai lambang sempurna dari perubahan mempersatukan baik kemerosotan dan pertumbuhan, ataupun baik kematian dan kebangkitan dalam proses perubahan dan transformasi secara terus menerus.
Penyaliban dan kebangkitan adalah Yin dan Yang, pintu gerbang untuk semua perubahan, dan mereka berbeda di dalam semua hal berubah. Jika penyaliban dan kebangkita sama dengan semau hal, bagaimana penyaliban Yesus dan kebangkitanNya bisa menjadi Unik? Salib Yesus dan kebangkitanNya memang unik, bukan karena Dia yang mengalami, tetapi karena kedua peristiwa itu menjadi lambang primordial dari segala perubahan.

Bab.10. Katamu, Siapakah Aku?
Dalam Bab-Bab sebelumnya telah dibahas bagaimana Yesus diserahkan kepada berbagai kebudayaan, dan bagaimana Ia diterima dan ditanggapi. Namun dalam Bab ini akan membahas persoalan-persoalan yang diarahkan dalam beberapa pertanyaan yaitu;
a.      Bagaimana hubungan Yesus Kristus dengan Kebudayaan-kebudayaan?
b.     Apa hubungan gambar-gambar mengenai ini dengan Perjanjian baru?
c.      Apakah Yesus Kristus Penyelamat dan/atau pembebas?
d.     Akhirnya bagaimana hubungan antara mengenal Yesus Kristus dan mengikuti Dia?

A.  Kristus dan Kebudayaan-kebudayaan
Teolog Bangsa Asia, Choan Seng Song, mengatakan bahwa orang Kristen yang tidak dikarunia mata “Jerman” tidak boleh dihalangi untuk melihat Yesus dengan cara lain. Mereka harus melatih diri untuk melatih melihat Kristus melalui mata orang China, Jepang, Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Dalam karya Richard Niebuhr, mengemukakan lima kedudukan Kristusyang berbeda, yang dapat merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana hubungan Kristus dengan Kebudayaan yang beraneka ragam. Niebuhr menyebutkan dengan berturut-turut; 1. Kristus yang menentang Kebudayaan; 2. Kristus yang milik kebudayaan; 3. Kristus di atas kebudayaan; 4. Kristus dan kebudayaan dalam hubungan paradoksal; 5. Kristus sebagai perubah bentuk kebudayaan.
Dari seluruh point itu, Niebuhr menjurus ke Point yang kelima, yang dirasakannya paling masuk akal. Pandangan ini, bahwa Kristus mengubah bentuk kebudayaan”, didasarkan atas tiga pendapat teologis yaitu. 1. Umat manusia hidup oleh kuasa sabda pencipta; oleh karena itu kebajikan Allah melalui daya cipta terdapat dalam kebudayaan manusia. 2. Manusia membalikan kebajikan yang ada dalam ciptaan menjadi pemberontakan terhadap Allah, yang mengakibatkan kebinasaan. Kebudayaan boleh jadi berdosa, namun tidak perlu adanya suatu peninjauan kembali yang apokaliptis, atau suatu ciptaan baru. Tetapi yang dibutuhkan hanyalah pertobatan radikal. 3. Sejarah akan menjadi interaksi dinamis yang terbuka antara Allah dan Umat Manusia.

B.  Gambar-Gambar Yesus dan Perjanjian Baru
Perjanjian Baru mengandung criteria yang harus menjadi dasar untuk menilai benar tidaknya pemahaman tentang Yesus. Dan ditegaskan dalam PB bahwa berbicara mengenai Yesus sudah menunjuk pada suatu pengaruh timbale balik, lalu lintas dua arah. Dalam hal ini, ada dua segi, yang menjelaskan tentang ciri-ciri Yesus dan segi yang menceritakan apa yang benar terjadi.
Bilamana ini berlaku untuk kesaksian menurut PB, apakah saksi-saksi dan pendengar-pendengar dari berbagai konteks lain, dari Afrika, Asia, Amerika Latin, juga tidak diizinkan dan dibenarkan untuk turut menentukan apa kebenaran dan arti dari Yesus Kristus? Barangkali pemahaman kembali dari Yesus sebagai pengusir roh-roh jahat merupakan contoh yang baik karena bagaimanapun secara mencolok sekali gambar Yesus yang dikemukakan oleh baik orang Yahudi, Muslim, atau Orang Afrika, ialah fungsi-Nya sebagai pengusir roh-roh jahat.

C.  Yesus Kristus Pembebas
Bagi banyak orang Kristen selama berabad-abad, inti dari Injil dan kabar sukacita serta arti Yesus Kristus terdapat dalam penekanan pada aspek pendamaian atau pembebasan. Kini di samping itu, atau kadang-kadang berlawanan dengan itu, ditekankan sedemikian rupa sehingga arti Yesus dan InjilNya tidak dilihat sebagai penyelamatan pribadi manusia, tetapi terutama juga demi kesejahteraan dan keselamatan umat manusia secara menyeluruh. Itu diungkapkan kalau Yesus Kristus berkulit hitam disebut sebagai Pembebas, sebagai Mesias.
Dari sumbangan-sumbangan pikiran dari Afrika, Asia, dan Amerika Latin ini, kita dapat melihat bahwa Yesus tidak datang untuk “orang Berdosa”, tetapi juga dan terutama bagi mereka yang menjadi korban dosa itu. Kita harus menjaga agar tidak terjadi polarisasi sekitar makna pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus, sehingga penyelamatan dan pembebasan tidak diadudomba. Polarisasi semacam ini sepintas lalu dinamakan polarisasi “aliran injili” dan “aliran oikumenikal”.

D.  Mengikuti teladan Kristus
Memandang Yesus, kita tidak akan memandang Dia (lagi) sebagai pemenang dalam arti duniawi, sekalipun kerajaan-Nya dari dunia ini, kita tidak melihat Dia dalam suatu kemenangan seperti yang dipaksakan kepada orang Yahudi, dan dinyatakan kepada orang Muslim dalam peran Salib, pandangan demikian, tidak mungkin jika kita melihat Yesus seperti dalam kepada orang Ibrani, yang belum menaklukan segala sesuatu, yang dalam penderitaanNya dibuat lebih rendah daripada para malaikat; dan yang masih menderita- dalam pergumulan dengan maut sampai pada akhir dunia (Pascal) dengan saudara-saudaraNya, yang paling hina di antara mereka.
Yesus Kristus tidak dapat dan tidak boleh terikat pada suatu konteks tertentu, tidak pada konteks barat maupun konteks Timur. Dari berbagai konteks yang berbeda telah ada dan akan ada tanggapan terhadap Dia. Hanya pada akhir zaman kita berakar serta berdasar di dalam kasih dan bersama-sama dengan segala orang kudus dari Asia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan serta Eropa dapat memahami betapa lebarnya dan panjangnya, tingginya dan dalamnya kasih Yesus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan.

Komentar

  1. trimakasih banyak! artikelnya sgt bagus dan mendukung judul skripsi saya :) kalau bisa ditambah referensi boleh gan? ^^

    BalasHapus
  2. Terimakasih artikelnya sangat bagus.
    Saya mau bertanya bagaimana kita mengenal Yesus dalam budaya kita. Misalnya budaya yang ada di Kalimantan. Karena yang kita tahu, sebelum para misionaris dtg ke sana, disana sdh ada kepercayaan asli masyarakat?

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih kepada sobat sekalian yang sudah masuk ke blog ini. Jangan lupa untuk komentar ya.

Postingan populer dari blog ini

Liturgi (Tata Ibadah) Natal Sekolah

Lonceng Natal - Puisi Natal Anak

Kumpulan Puisi Natal Untuk Anak-anak