Supir Angkot (Sang Mediator Jalanan)
Siapa menyangka bahwa supir angkot adalah salah satu mediator penting Perdamaian. Bukan hanya orang-orang yang memakai pakaian terhormat saja yang bisa menjadi mediator pendamai tapi semua orang bahkan yang paling utama adalah supir angkot.
Belajar dari Konflik yang pernah terjadi di Ambon, yang menjadi titik rawan pemicu konflik juga adalah ketersinggungan antara para supir angkot yang berbeda komunitas. Hal ini disebabkan masing-masing supir angkot akan beroperasi menurut daerahnya. Padahal daerah itu mewakili komunitas tertentu. Misalnya supir angkot daerah A mayoritasnya adalah komunitas A. Begitu juga sebaliknya dengan supir angkot jalur B. Titik rawan itu mungkin saja bisa menjadi pemicu konflik, walaupun kita semua mengetahui bahwa ada kepentingan orang tertentu “sang provokator” untuk memakai titik rawan ini (baca: ketersinggungan supir angkot) sebagai pemicu masalah.
Titik rawan itulah, yang menjadi kekuatan untuk mendukung perdamaian yang terjadi di Ambon. “Bagaimana bisa?” mungkin kita akan bertanya demikian.
Pada dasarnya, Perdamaian dimulai dengan perjumpaan, perjumpaan dengan tidak membanggakan diri kita masing-masing bahwa “komunitas saya lebih baik dari komunitas dia”, atau “komunitas dia kafir sehingga harus dimusnahkan”.
Kita harus ingat, di saat orang lain mengusahakan perdamaian di dalam gedung dan menyuarakan perdamaian di mana-mana. Supir angkot malah memulai perdamaiannya di jalan. Dengan cara mereka rela berjumpa komunitas lain, bahkan membawa orang lain untuk berjumpa dengan komunitas yang berbeda dengan orang tersebut ke tempat di mana semua orang berjumpa misalnya Pasar, Terminal, dsb. Memang harus disadari bahwa yang dilakukan mereka bukanlah perjumpaan yang sebenarnya dalam arti perdamaian, dan usaha mereka lebih banyak beralasan ekonomis dibandingkan dengan perdamaian. Namun di sisi yang berbeda, Ketergantungan Ekonomi juga lah yang membuat setiap orang berniat untuk melakukan perdamaian.
Bukan hanya perjumpaan saja yang supir angkot lakukan, tapi juga kesabaran dan penghargaan terhaap supir angkot dari komunitas lain dalam perjumpaan yang mereka lakukan. Jika bertemu di jalan mereka tidak bisa berbuat anarkis, misalnya memukul supir komunitas lain, maupun merusakan mobilnya. Toleransi pun sangat kuat terjadi ketika supir yang lain membuat kemacetan di tengah jalan. Entah toleransi ini dilakukan terpaksa, ataupun tulus, namun toleransi itu kembali dipupuk mulai dari hal-hal yang kecil. Yang perlu di jaga adalah dendam yang terus disimpan akibat Toleransi yang dilakukan karena terpaksa.
Dari berbagai hal yang dilakukan supir Angkot itu (walaupun kita tidak bisa mengatakan semua sama) kita bisa belajar bahwa setiap orang bisa menjadi Pendamai bagi orang lain. Dan sebaiknya pendamaian dimulai dari jalanan karena di situlah banyak perjumpaan yang terjadi antara komunitas yang berbeda-beda.
SELAMAT BERDAMAI!
SEMOGA BERMANFAAT…
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih kepada sobat sekalian yang sudah masuk ke blog ini. Jangan lupa untuk komentar ya.