Obor Vs Pelita (letakan semangat sesuai tempatnya)


Dalam sebuah kegiatan pada waktu malam, kami melakukan kegiatan pawai di jalan raya dengan menggunakan obor. Namun, sebelum berefleksi tentang obor dan sebagainya, perlu saya menjelaskan terlebih dahulu obor seperti apa yang saya maksudkan, mengingat ketika saya membuka KBBI dan melihat definesi obor ternyata ada berbagai macam jenis obor yang dimaksudkan. Obor yang saya maksudkan adalah suluh yang terbuat dari seruas bambu yang diisi dengan minyak tanah.
Ketika kaki kami melangkah dan tangan kami memegang obor yang menyala, maka saya pun berkata kepada seseorang yang juga mengikuti kegiatan tersebut bahwa mengapa kita menggunakan obor? Jika kita menuntut (demo) menurunkan BBM, bukannya kita seharusnya menghemat BBM dan menampilkan bahan alternatif lain pengganti BBM sebagai solusi kelangkaan Bahan Bakar Minyak dunia?
Kritikan itu berlalu begitu saja, dan sayapun diajak untuk melihat sisi lain dari Obor yang dipegang.
Obor merupakan media untuk penerang. Namun apakah obor cocok untuk penerang di dalam rumah? Tidak. Obor terlalu besar. Asapnya pun bisa membuat gedung menjadi hitam, terutama lubang hidup pun mejadi hitam. Karena api yang dihasilkan begitu besar, maka oborpun melahap minyak tanah yang digunakan dengan begitu cepat.
Berbeda dengan Obor, Pelita adalah salah satu benda penerang yang nyaman untuk ruang yang kecil seperti rumah. Pelita memilik api yang kecil dan tidak menimbulkan asap yang dapat menyebabkan ruangan hitam. Karena api yang kecil maka pelita pun sangat hemat akan bahan bakar minyak tanah, dan mampu menerangi ruangan.
Mengapa kita membandingkan kedua alat penerang ini?
Pertama, semangat kita yang layaknya obor yang memiliki api dan wadah yang besar harus bisa disesuaikan dengan ruang atau tempat dimana kita berada. Kita harus pandai-pandai menempatkan semangat kita melakukan sesuatu. Untuk itu, kita harus pandai-padai memilih kapan menjadi obor, dan kapan menjadi pelita.
Kedua, jika kita tidak bisa menjadi obor yang memiliki api yang besar dan menyengat, dalam artian menjadi seseorang yang besar. Maka cukuplah kita mulai untuk menjadi pelita yang kecil di tengah-tengah ruang lingkup yang memang kecil, misalnya di tengah-tengah keluarga, persahabatan dsb. Dari situlah kita akan dinilai dan akan mejadi orang yang besar.
Ketiga, jangan pernah memaksakan diri menjadi seorang yang luar biasa jika hanya menghabiskan tenaga, untuk itu kesiapan itu perlu sebelum kita ingin menjadi seorang yang layaknya obor. Lebih baik menjadi pelita kemudia menjadi obor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Liturgi (Tata Ibadah) Natal Sekolah

Lonceng Natal - Puisi Natal Anak

Alkitab Sebagai Dasar dari Konseling Pastoral - Part 1