Cahaya Dari Timur: Beta Maluku - Catatan dan Review

Saya sangat bangga dengan Film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku yang diproduksi oleh Angga Dwimas Sasongko dan bung Glenn Fredly. Film ini mengangkat kisah perjuangan anak-anak dari Maluku di tengah konflik sosial 1999. Sebetulnya film ini menceritakan tentang Sani, seorang (mantan) pemain bola yang berasal dari Tulehu yang pada saat konflik, ia berkeinginan untuk mengumpulkan anak-anak Tulehu bermain bola agar mereka tidak pergi ikut/menonton perang. 

Saya lebih senang melihat film ini dari sudut pandang anak-anak di tengah konflik, dibandingkan melihat film ini dengan sudut pandang Sani yang diperankan Chicco Jericho. Mengapa? seharusnya konsen utama kita terutuju pada anak-anak yang mengalami peperangan dan berusaha melakukan rekonsiliasi dibandingkan pemeran utama. Kita tidak bisa mengabaikan peran Sani (sang pelatih yang membawa mereka menang), tapi tidak bisa untuk mengabaikan peran anak-anak tersebut.

Menurut penilaian saya, akting dan pendalaman Chicco Jericho baik, tapi kok agak kaku ya. Entahlah, mugkin karena saya sebagai orang Ambon, yang menilai orang lain yang menggunakan gaya bicara kami. Tetapi maaf untuk Shafira Umm, kulitmu boleh eksotis, tapi aktingnya tidak mengena sama sekali. Tapi saya salut sama mereka berdua atas perannya yang luar biasa. Salah satu aktris yang menurut saya luar biasa dalam pendalaman karakter dan aksen berbicara adalah Jajang C. Noer. Andai boleh memberi nilai dari 1-10 maka saya beri 11 deh. Memang aktris senior ini tidak ada matinya. Menurut saya ibu ini membuat "hidup" film ini dengan "warung" kecilnya.

Terima kasih juga untuk pihak yang membuat film ini, mengadakan tokoh-tokoh yang menurut saya mempunyai kredibilitas pada tempatnya. Silahkan anda cari tahu dan nilai sendiri. Pesan film ini juga sangat kaya. Tergantung dari mana sudut pandang anda. Secara pribadi, saya pernah juga mengalami konflik Ambon dan di tengah-tengah konflik ini ada orang yang sangat menginkan dan mengusahakan kedamaian. Peperangan merugikan, hanya membunuh orang yang tidak bersalah, merampas harta, materi masyarakat. Ini tantangan rekonsiliasi menurut saya. Kehidupan Ambon pasca konflik, memang tidak mudah. 

Salah satu hal kecil yang menganggu saya menonton film ini adalah make-up dari anak-anak pemain bola Maluku itu. Ini fatal menurut saya, kadang make-up-nya sangat kelihatan kontras dengan kulit asli, leher mereka hitam sedangkan wajah mereka putih, bahkan kena matahari dan keringat membuat kelihatan dengan jelas. Kenapa ya ini tidak diperhatikan? apakah layar bioskop Cinema 21 saya yang salah? Smoga kedepannya lebih baik.

Saya sangat bangga, menghargai dan hormat kerja keras semuanya. Luar biasa bung Glenn dkk. S'moga film ini membuka mata Indonesia bahwa Maluku itu ada, dan membuka mata orang Maluku, bahwa kita bertalenta, manfaatkan dan buat bangga Maluku. Terakhir kutip kata si Cicco, "Kalau beta tanya ose sapa, ose jawab apa?" 

"""BETA MALUKU"""


Komentar

Posting Komentar

Terima kasih kepada sobat sekalian yang sudah masuk ke blog ini. Jangan lupa untuk komentar ya.

Postingan populer dari blog ini

Liturgi (Tata Ibadah) Natal Sekolah

Lonceng Natal - Puisi Natal Anak

Alkitab Sebagai Dasar dari Konseling Pastoral - Part 1