Pengalaman Pertama ke Pasar Demangan Kota Yogyakarta

Tadi pagi, saya "berkunjung" ke salah satu Pasar Tradisional Yogyakarta (Pasar Demangan). Koq disebut berkunjung? kayak berwisata saja. Sebetulnya lebih tepat demikian, daripada menggunakan istilah "berbelanja." Toh, saya ke pasar cuma lihat-lihat saja.

Akhirnya rasa penasaran saya akan pasar tradisional pun terjawab. Setelah setahun lebih, masuk keluar "Superindo" atau "Gardena" beli sayur, kali ini saya punya kesempatan ke tempat sebenarnya menjual sayur dan kebutuhan dapur.

Pas sampai di depan pasar suasana pasar sangat ramai. Memang saya agak kampungan kalau menyebutnya ramai. Toh namanya pasar khan ramai, kalau sunyi disebut kuburan (haha). Saking ramainya saya menganggap diri saya seperti seorang turis masuk pasar tradisional (wkwkwk). Hanya bisa mondar mandir, bingung mau beli apa.

Di pasar ini, saya coba untuk membandingkan harga di supermarket dengan harga di pasar tradisional. Membandingkannya gampang sekali. Saya tidak perlu bawa daftar harga barang di supermarket, karena saya sudah menghafal dengan tepat tiap harganya. Maklum korban pengusah kapitalis. 

Hal pertama yang saya bandingkan adalah harga buncis. Entah mengapa buncis? mungkin karena kata/ejaannya mirip perut saya yang sudah buncit. Buncit dan buncis khan beda-beda tipis (haha). Setahu saya, buncis di supermarket langganan saya satu plastik kira-kira 1/kg = Rp. 3000an. Harga yang hampir sama juga berlaku untuk buncis di pasar ini. "Padahal khan harus lebih murah di pasar tradisional." Gumam saya dalam hati. Bukan hanya buncis saja, tapi wortel juga dll. Pantasan saja pasar tradisional itu cepat mati. Maksudnya kurang pengunjung. Akibat kalah saing dengan supermarket.

Sekali lagi, di pasar ini saya merasa menjadi seorang turis. Jujur saja, itu ibu-ibu, mbah-mbah, eyang-eyang itu sulit s'kali bahasa Indonesia. Waktu tanya, ini brapa bu? dijawab pake bahasa Jawa. Contohnya saat beli buncis, si ibu itu ngomong pake bahasa jawa, saya senyum-senyum saja (tanda bengong skalian tidak mengerti). Si ibu kemudian melihat saya dan bertanya "Karo opo mas e?." Dalam hati saya... "Haaaaaaaaaaaaaa!!!! itu satu-satunya kalimat yang saya mengerti. Itupun gara-gara si Abdur di Stand Up Comedy yang kasih tau artinya." hahaha, akhirnya saya menjawab. "iki loh bu, wortel." Yes, akhirnya bisa berbahasa jawa.
Tapi kejadian sial terjadi, waktu saya bertanya "semuanya berapa bu?" si ibu malah jawabnya pake bahasa jawa. Astaga, khan yang saya tahu cuma kalimat "karo opo mas e" doang. *Tepokjidat

Untuk diketahui pemirsa ya, di pasar tuh tidak semua barang mahal, Ada juga yang murah. Contohnya ikan tongkol lumaya gede, Rp. 14000 harganya. Harga itu tergolong murah. Namun harga yang murah tidak membuat saya tergoda membeli ikan air laut itu. Biar namanya tongkol, siapa tahu dia minum air tahu/susu kedelai? entar ikan tongkol pas dimakan rasanya mirip tempe atau tahu. Hehe

Di pasar, tidak hanya ada harga yang mahal dan murah, tetapi ada juga harga juga "yang sama". Saya akan menjelaskan maksud "harga yang sama" untuk cerita terakhir ini. Saya berencana untuk membeli lauk. Waktu lihat ikan tongkol, tidak jadi. Apalagi ikan lele, saya malah melihatnya menjadi kasihan dengan nasib ikan lele. Ikan itu khan masih hidup. Waktu mau ditimbang, ikannya loncat-loncat, trus dipatahkan kepalanya sama ibu yang jual ikan itu. Aduh kasihan skali nasib ikan itu, sudah dipaksa keluar dari air, berpisah sama keluarga, sanak saudara, handai tolan, lingkungan, RT RW Kelurahan, kemudian di jual, dipatahkan kepala, trus di jadikan pepes.  ... tragis skali ikan lele itu.

Maksud saya dengan "harga yang sama" itu waktu mau beli ayam. Khan saya tanya, "bu ini paha ayam 1/4 brapa?" 
Ibu itu menjawab, "7000 mas"
"Kalau sayap?" saya balik bertanya
"sama mas 7000," jawab ibu itu.
"Kalau yang ini?" tanya saya sambil menunjuk campuran daging, hati dan rampela.
"itu juga 7000 mas"

Ini ibu entah mengapa yang dijual dari bagian-bagian ayam ini semua tujuh ribu. Dia mengajarkan saya untuk membeli sesuatu berdasarkan logika. Persoalannya, untungkah saya membeli potongan-potongan ayam dengan rampela ati 7000 dibandingkan dengan ayam paha yang sama harganya 7000? Mendingan beli paha ayam sekalian, khan lebih seksi makan paha daripada pantat ayam (haha).

Yah begitulah saudara-saudara, pengalaman kampungan saya ke pasar tradisional. Lebih mudah memang menulis pengalaman kampungan saya ini dibandingkan dengan menulis Tesis yang dikejar deadline. 

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. If you're trying to lose fat then you certainly have to try this totally brand new custom keto meal plan diet.

    To design this service, licensed nutritionists, fitness couches, and professional cooks have joined together to develop keto meal plans that are effective, suitable, economically-efficient, and delicious.

    Since their first launch in early 2019, hundreds of individuals have already transformed their body and health with the benefits a proper keto meal plan diet can provide.

    Speaking of benefits: in this link, you'll discover 8 scientifically-confirmed ones offered by the keto meal plan diet.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih kepada sobat sekalian yang sudah masuk ke blog ini. Jangan lupa untuk komentar ya.

Postingan populer dari blog ini

Liturgi (Tata Ibadah) Natal Sekolah

Lonceng Natal - Puisi Natal Anak

Alkitab Sebagai Dasar dari Konseling Pastoral - Part 1