Ambon Sebagai Kota Musik? Tinjauan Aneh dan Kritis

Ambon Kota Musik?

Sabar dulu!
Musik seperti apa?
(Kalau berdebat secara defenisi maka, musik tradisional mungkin seng akan masuk dalam tulisan singkat ini. Mungkin akan lebih mengarah pada perkembangan musik yang sudah direkam kemudian dilempar ke pasar. Ini adalah bentuk konsekuensi dari perkembangan kapitalisme yang masuk ke dalam musik-musik hingga ke pelosok Ambon).

---Sekilas-----
Perasaan sejak beta tinggal di Ambon perkembangan musik di Ambon seng tlalu signifikan. Berbeda dengan musisi Ambon yang berada di luar daerah Ambon contohnya Glen Fredly, dll. Beta hanya senang musik ambon tapi yang klasik (Contohnya Lex's Trio). Mungkin terakhir yang beta pikir punya kualitas pada masa-masa Nanaku (maaf ini sangat subjektif wkwkwk). Karena itu seng heran waktu Doddie kluar, dia masih bisa bertahan di dunia musik. Selepas itu, perkembangan musik apa yang mau diharapkan? Masyarakat tergiur mendengar lagu-lagu ambon yang padede, yang sudah pasti genrenya slow. Kualitas musik pun beta ragu. Rekaman di Jakarta tapi kualitasnya rendahan. Musiknya seperti Orgen yang direkam. Tapi untuk suara memang mantap (seng ada yang lawang).

---Musik dan Perkembangan---
Bagi Beta bicara musik Ambon harus dibedakan dari beberapa perkembangan musik. Pertama musik klasik. Ini zaman di mana beta belum lahir jadi beta hanya bisa menikmati karya-karyanya saja. Salah satunya yang paling beta suka adalah Lex's Trio. Secara kualitas sudah tida bisa diragukan lagi. Kedua Ekspansi Boyband. Ini zaman tahun 90an akhir dan 2000an awal. Muncul berbagai grup vocal contohnya Nanaku, Mainoro, dll. Muncul juga berbagai grup vokal dari berbagai kampung-kampung. Seiring dengan perkembangan grup vokal, ada juga penyanyi solo. Ada yang memang baru muncul, tapi ada juga orang-orang lama yang keluar (atau tidak) dari grup dan mengejar solo karir. Contohnya Handry Noya, Doddie, Rudy Lailosa, dll. Masa-masa ini juga masih menjadi masa jaya penyanyi lama seperti Joppie Latul, Corr Tetelepta, Victor Hutabarat dll. 

Masa berikutnya dalam musik Ambon adalah masa dimana beta sangat suka musik "Kecuali musik Ambon." Entah mengapa musik terasa sangat kering dan statis. Genre yang sama, lirik yang sama, video yang hampir sejenis (Kalau seng di taman, di pantai, di gedung mewah, berarti di di hutan :D). Tetapi masih ada juga seniman-seniman yang memproduksi lagu-lagu yang enak didengar. Jadi masih ada mutiara dalam peci. Beberapa tahun belakangan ini kelihatannya banyak skali penyanyi-penyanyi Rapper. Sayang sekali beta seng bisa liat bagaiamana musik itu berkembang dan bagaiamana masyarakat mereseponnya. Yang pasti sebelum ke Jogja beta sempat beberapa kali lihat para rapper dan hiphopper berpakaian ala rapper barat, fenomena yang menarik.

----Lainnya------
Masalah bagi beta dengar musik Ambon adalah masalah orisinalitas. Ekspansi musik barat buat orang Ambon sering menduplikasi lagu-lagu barat. Kemudian diganti dengan lirik dialek Ambon. Entah diijinkan atau tidak, beta seng tau. Tetapi kalau diijinkan secara resmi pasti mahal sekali. Pernah beta dengar lagu "The Power Of Love" tapi sudah pake dialek Ambon. Apakah ini ada ijin? Tapi masalah orisinalitas juga menjadi masalah musik di mana-mana, bahkan musik nasional pun mengalamainya. Rapuh milik Junior Arief yang jelas-jelas "jiplak" Bleeding Love dari Leona Lewis contohnya. 

*****BERSAMBUNG******

Komentar

Posting Komentar

Terima kasih kepada sobat sekalian yang sudah masuk ke blog ini. Jangan lupa untuk komentar ya.

Postingan populer dari blog ini

Liturgi (Tata Ibadah) Natal Sekolah

Lonceng Natal - Puisi Natal Anak

Alkitab Sebagai Dasar dari Konseling Pastoral - Part 1