MENJADI AKAR
Setelah mendapatkan SMS (Short message service) dari salah seorang teman tentang bagaimana memahami diri sebagai Akar, membuat saya kembali melihat siapakah diri ini?
Hampir tiga minggu menghadapi suka dan duka selama berada di Kamarian (Seram Bagian Barat) terutama soal kehidupan bersama kami berempat sebagai Mahasiswa yang sedang menjalani apa yang disebut sebagai Live in (LSPB), tentunya ada yang ingin mendominasi yang lain, sehingga kekompakan semakin terkikis. Presepsi jemaat pun beragam. Ada yang suka ini, ada yang suka itu. Bahkan ada yang tidak suka ini ataupun itu. Untuk itu secara psikologis kami sangat terganggu.
Sebagai seorang yang mengaku ingin melayani Tuhan, tentunya persoalan itu selalu saja terjadi saat kita semau berada dalam barisan Pelayan-pelayan. Merasa diri tidak dikenali orang sampai pada hal dimana kurangnya penghargaan oleh orang lain, itu sudah menjadi Cili dan Garam di atas “Meja Kasiang”.
Hidup bagaikan sebuah pohon. Begitu juga dengan pelayanan. Ada yang ingin menjadi Bunga atau Daun yang indah. Namun ada yang tersembunyi, namun menghidupkan. Ia itu adalah “Akar”, Ia yang menyerap makanan dari Tanah dan menguatkan Pohon agar berdiri Megah. Bagaimana kalau tidak ada akar ?
Akar mempunyai fungsi yang besar. Namun orang berlomba-lomba menjadi Bunga yang Indah untuk memamerkan diri, namun mereka hanya beberapa hari saja kemudian layu dan gugur begitu saja. Bermentalkan seperti akar tidak memaksa diri kita untuk menampilkan diri walau orang berlomba-lomba menunjukan dirinya. Menjadi akar sama dengan bekerja keras tanpa menepuk dada. Menjadi akar berarti membuat diri kita tenggelam dalam tanah dan tidak bisa dilihat orang.
Pohon yang begitu besar, tidak bisa berdiri sendiri megah jika tidak ada akar yang berada dalam tanah.
Siapakah diri ini? Apakah siap menjadi akar dan merendah?
Itulah sifat Yesus, Ia tak hendak menjadi Bunga Indah, tapi Kasih Abadi yang menghidupkan Bunga-bunga indah. Ia rela menjadi akar untuk kehidupan yang lebih besar.
Menjadi Akar bukan menenggelamkan diri dan berhenti bekerja. Apalagi bermalas-malasan. “Hendaklah menjadi akar yang berbuah” jika suatu saat buahmu dipanen, maka orang akan melihat bahwa kita adalah akar sejati. Walau di dalam tanah, tetapi kita menghasilkan sesuatu.
(Tulisan ini dibuat pada tanggal 5 Oktober 2011, di Kamarian, SBB, MALUKU)
SELAMAT MENJADI AKAR!!!!!
Kren,,,Mari kita beramai- ramai menjadi akar...!!!!
BalasHapus